PSIKOLOGI - KONSEP INTELEGENSI
Posted by Ngurah Jaya Antara
on
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Intelegensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
setiap insan. Intelegensi ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia,
keberhasilan, dan kesuksesan. Namun tingkat intelegensi yang dimiliki setiap
orang pastilah berbeda. Ini dikarenakan bahwa intelegensi seseorang memang
tergantung pada faktor-faktor yang membentuk intelegensi itu sendiri.Oleh
karena itu kita perlu memahami tentang teori-teori intelegensi agar dapat
meraih keberhasilan dan kesuksesan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Apa pengertian
Intelegensi?
1.2.2. Bagaimana
tingkatan dari Intelegensi?
1.2.3. Apa saja
macam-macam dari Intelegensi?
1.2.4. Faktor apa saja
yang mempengaruhi Intelegensi Manusia?
1.2.5. Bagaimana cara
pengukuran Intelegensi tersebut?
1.2.6. Bagaimana contoh
kasus tentang Intelegensi?
1.3 TUJUAN
1.3.1. Mengetahui apa
pengertian Intelegensi
1.3.2. Mengetahui
tingkatan – tingkatan dari Intelegensi
1.3.3. Mengetahui macam
– macam Intelegnsi
1.3.4.Mengetahui
apa saja yang dapat mempengaruhi Intelegensi Manusia
1.3.5.
Mengetahui cara pengukuran Intelegensi tersebut
1.3.6. Mengetahui
contoh studi kasus mengenai Intelegensi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Intelegensi
1. Pengertian
Intelegensi secara Etimologi
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris
“Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan
Intelligentia” yang berarti kecerdasan, intelijen, atau keterangan-keterangan.[1]
. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering diucapkan bahwa intélijen adalah
orang yg bertugas mencari (meng-amat-amati) seseorang; dinas rahasia.
Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan
oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat
melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut
dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous” sedangkan penggunaan kekuatannya disebut
“Noeseis”.
2. Pengertian
Intelegensi secara Terminologi
Intelegensi menurut John W
Santrock adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi
pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.[2]
Menurut David Wechsler , intelegensi adalah kemampuan
untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya
secara efektif. Alferd Binet menyatakan intelegensi merupakan kemampuan yang
diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwariskan dan dimiliki sejak lahir
dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas
tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi.
Kemudian menurut William Stern, intelegensi merupakan kesanggupan untuk
menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir
yang sesuai dengan tujuannya. Menurut dia inteligensi sebagian besar tergantung
dengan dasar dan keturunan. Pendapat ini diperkuat oleh seorang ahli bernama
Prof. Weterink (Mahaguru di Amsterdam) yang berpendapat, belum dapat dibuktikan
bahwa intelegensi dapat diperbaiki atau dilatih. David Wechsler berpendapat,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara
rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Howard Gardner
mendefinisikan Inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan
menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi
yang nyata.
Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang
melibatkan proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada
situasi yang baru.
2.2 Tingkat-tingkat
Intelegensi
1.
Kecerdasan Binatang
Pada mulanya banyak orang berkeberatan digunakan
istilah inteligensi pada binatang, karena mereka hanya mau menggunakan istilah
itu pada manusia saja. Menurut hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa
kecerdasan itu bertingkat-tingkat.[3]
2.
Kecerdasan Anak-anak
Yang dimaksudkan anak-anak di sini adalah anak-anak
kecil lebih kurang umur 1 tahun dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak
dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang telah dipraktekkan dalam
menyelidiki kecerdasan binatang.
Usaha-usaha memperbandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak.
Usaha-usaha memperbandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak.
3.
Kecerdasan Manusia
Sesudah anak dapat berbahasa tingkat kecerdasan
anak lebih tinggi daripada kera. Tingkat kecerdasan mausia (bukan anak-anak)
tidak sama dengan jera dan anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri
kecerdasan manusia antara lain:
a.
Penggunaan Bahasa
Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar
terhadap perkembangan pribadi.
i.
Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat,
perasaan dan sebagainya).
ii. Dengan
bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalu
maju dan masalahnya selalu meningkat
iii. Dengan
bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang
dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang konkret
maupun hal-hal yang abstrak
iv. Dengan
bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.
b.
Penggunaan Perkakas
Kata
Bergson, perkakas adalah merupakan sifat terpenting daripada kecerdasan
manusia, dengan kata lain: perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan
bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas.
Perkakas
adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat merupakan perantara antara
makhluk yang berbuat atau objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang
sama, tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang
telah dibuat/dibulatkan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan
dengan cara yang tepat dapat dipakai untuk mengatasi kesulitan atau mencapai
suatu maksud.[4]
2.3 Macam-macam
Intelegensi
1. Intelegensi
Terikat dan Bebas.
Intelegensi terikat adalah
intelegensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan
pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera
dipuaskan. Misalnya intelegensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.
Intelegensi bebas terdapat pada
manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin
mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan sudah
dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju.
2. Intelegensi
Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif).
Intelegensi mencipta ialah
kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai
guna mencapai tujuan itu. Intelegensi keatif menghasilkan pendapat-pendapat
baru seperti : kereta api, radio, listrik dan kapal terbang.
Intelegensi meniru, yaitu
kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain,
baik yang dibuat, diucapkan maupun yang di tulis.[5]
2.4 Faktor-faktor
yang Menentukan Intelegensi Manusia
Para ahli
belum sepenuhnya sependapat mengenai faktor-faktor apa saja yang terdapat dalam
inteligensi itu sendiri. Sebuah pendapat mengatakan bahwa
faktor yang menentukan intelegensi seseorang antara lain :
1.
Pembawaan, yang ditentukan oleh sifat-sifat yang dibawa sejak lahir.
2.
Hereditas, yang diperoleh seorang anak melalui keturunan atau nasab.
3.
Kematangan, yang terutama ditentukan oleh umur.
4.
Pembentukan, yaitu perkembangan yang diperoleh anak karena pengaruh milieu
(lingkungan).[6]
Selain
itu, gejala-gejala jiwa dan fungsi-fungsi jiwa sangatlah mempengaruhi tindakan
intelegen seseorang. Misalnya :
a.
Pengamatan, yakni kalau seseorang berada dalam satu situasi yang harus
mengambil tindakan yang intelegen maka dia harus memiliki fungsi pengamatan
yang baik.
b.
Tanggapan dan Daya Ingatan, yakni bahwa seseorang yang memiliki tanggapan daya
ingatan yang baik akan lebih mudah untuk memecahkan persoalan.
c.
Fantasi, yakni seseorang yang kaya fantasi akan dapat melihat lebih banyak
kemungkinan pemecahan masalah yang tidak terlihat oleh orang lain.
1)
Berfikir
2)
Kehendak dan Perasaan
3)
Perhatian, dan
4)
Sugesti, yakni bahwa seseorang yang berbuat intelegen haruslah membebaskan diri
dari pengaruh ataupun sugesti orang lain.[7]
2.5 Pengukuran
Intelegensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan
Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi
yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan
kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini,
pertamakali diberi nama : “Chelle Matrique de l’inteligence” atau skala
pengukur kecerdasan. Tes binet-simon terdiri dari sekumpulan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut umur (untuk
anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja dibuat mengenai
segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah. Seperti
mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang, mengulang eretan
angka-angka, memperbandingkan berat timbangan, menceriterakan isi
gambar-gambar, menyebutkan nama bermacam macam warna, menyebut harga mata uang,
dan sebagainya.
Dengan
tes semacam inilah usia seseorang diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu
ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya
(usia kalender). Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya
perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak. Test
ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun
1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan
dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang
menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan
chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks
seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang
bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau
IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk
mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah
satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu
terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan
bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general
factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini
disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang
dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS ( Wechsler Adult
Intelligence Scale) untuk
orang dewasa, dan WISC ( Wechsler Intelligence
Scale for Children) untuk
anak-anak.
Di
samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang
lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut
dibuat.
2.6
Contoh Studi Kasus Tentang Intelensi
Abdi Putra (22) adalah seorang
mahasiswa Teknik Sipil di sebuah
Universitas Negeri di kota T***. Ia sekarang duduk di tingkat 3, semester 6.
IPK nya cenderung menengah ke bawah, pas-pas
makan istilah teman-temannya. Semangat belajarnya pun senin kamis, aras-arasan, atau dengan kata lain tergantung moodnya. Padahal jurusan teknik sipil
adalah pilihannya, dengan seleksi yang ketat, ia berhasil masuk ke sebuah
Universitas bergengsi di kotanya. Tak main-main, ia berhasil menduduki peringkat
3 dari ratusan saingannya. Ketika itu, banyak yang menyangka, Abdi akan menjadi
mahasiswa brilian dengan prestasi akademik yang bagus. Betapa tidak, sejak
masih di bangku sekolah, Abdi pun terkenal karena prestasi akademiknya yang
memukau. Ia sering mengharumkan nama sekolahnya dengan berbagai medali
olimpiade yang dimenangkannya. Mulai olimpiade fisika, matematika maupun kimia.
Maka tak heran, banyak yang memprediksi dan menaruh harapan besar bahwa Abdi
nantinya akan menjadi ahli Teknik yang handal, ketika ia memilih Teknik menjadi
jurusannya. Bahkan, jurusan teknik sipil ini sebenarnya adalah rekomendasi dari
salah seorang guru fisika yang dekat dengannya “ Ia akan menjadi insyinyur yang
sangat berbakat”, begitu kata gurunya. Maka Abdi pun memilih jurusan ini.
Namun, kenyataanya berbalik
sempurna ketika ia masuk jurusan tersebut. Ia bukanlah Abdi siswa yang
cemerlang, melainkan menjadi Abdi mahasiswa pemalas, tak ada semangat, dan
terancam droup out. Yang anehnya, Abdi tampak sangat antusias jika ia mengutak-atik
komputer. Pun ketika ia menjelajah di dunia Internet, ia sangat menikmatinya.
Bahkan, sekarang ini Abdi menjadi operator di sebuah warnet terbesar di
kotanya, suatu pekerjaan yang sangat bertolak belakang dengan kuliahnya. Apa
yang terjadi? Apakah pelajarannya terlalu rumit untuk Abdi yang cerdas atau
Abdi telah menjadi mahasiswa salah jurusan?
Jawab :
Dalam kasus Abdi ada beberapa hal
yang menjadi penyebab atau akar dari masalahnya. Beberapa hal itu adalah bakat,
minat dan kepribadian dari Abdi. Kita bisa melihat bahwa Abdi sebenarnya
memilki potensi yang besar untuk meraih kesuksesannya. Potensi itu adalah
kecerdasannya yang terbukti dari prestasi-prestasi akademik yang diperolehnya.
Jika memakai istilah ekonomi, Abdi telah memilki “modal” yang cukup untuk masa
depannya. Pun ketika kita melihat sekilas, Abdi telah memilki bakat yang
menonjol dalam bidang eksakta. Banyak alternatif yang membutuhkan bakat dalam
bidang tersebut, antara lain kedokteran, teknik, MIPA dan lain sebagainya.
Termasuk teknik sipil yang sedang digelutinya saat ini. Namun, “gagal”adalah
kata yang cocok untuk melaporkan hasil studinya. Apakah Abdi tidak memiliki
bakat? Sepertinya ia punya bakat yang
dibutuhkan dalam studinya, tapi ada satu hal penting yang harus ada dalam semua
pekerjaan atau aktivitas apapun, yakni kemauan atau bahasa lainnya adalah
minat.
Bakat menurut ahli dalam kamus
Bahasa Indonesia (Yardianto, 1997) diartikan sebagai dasar (kepandaian, sifat,
dan pembawaan) yang dibawa sejak lahir. Bakat atau kemampuankhusus merupakan
potensi yang dimiliki individu yang harus digali agar dapat diaplikasikan
dengan tepat sesuai bidangnya. Bakat menurut DR Saparinah Sadli adalah yang
dalam teori psikologi disebut aptitude. Bakat adalah sebuah faktor bawaan yang
berupa potensi, yang aktualisasinya membutuhkan interaksi dengan faktor-faktor
dalam lingkungan (Wulyo, 1990). Farida (1998) menuliskan beeberapa pendapat
ahli tentang mengertian bakat antara lain :
- Werren dalam bukunya Dictionary of Psychology mengatakan bahwa bakat (aptitude) dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi atau disposisi-disposisi tertentu yang menggejala pada kecakapanseseorang untuk memperoleh denganmelalui latihan satu atau beberapa pengetahuan keahlian atau respon.
- Crow and Crow dalam bukunya General Psychology mengatakan bahwa bakat (aptitude) adalah suatu kualitas yang nampak dalam tingkah laku manusia pada suatu lapangan keahlian tertentu.
- Morgan mengatakan bakat (aptitude) adalah kemampuan khusus yang dibutuhkan dalam aktivitas dan pekerjaan tertentu. Dari pendapat di atas bakat dapat diartikan sebagai suatu potensi pada seseorang yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus melalui proses belajar.
Menurut Dr. Saparinah Sadli,
bakat adalah apa yang dalam teori psikologi disebut aptitude. Bakat adalah
faktor bawaan yang berupa potensi, yang aktualisasinya membutuhkan interaksi
dengan faktor-faktor dalam lingkungan (Intelegensi Bakat dan test IQ oleh
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, PT Favorit Press, Jakarta, 1986,
hal.18). Dari pengertian ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa bakat itu,
pertama, merupakan sesuatu yang masih terpendam. Kedua, bakat akan sangat
membantu bila mendapat latihan yang cukup.
Sementara minat adalah fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu. Minat merupakan kekuatan dari dalam dan
tampak dari luar sebagai gerak-gerik. Dalam menjalankan fungsi minat berhubungan
erat dengan pikiran dan perasaan.
Manusia memberi corak dan
menentukan, sesudah memilih dan mengambil keputusan. Perbuatan minat memilih
dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati. Adapun proses minat
terdiri dari:
- Motif (alasan, dasar, pendorong).
- Perjuangan motif. Sebelum mengambil keputusan pada batin terdapat beberapa motif yang bersifat luhur dan rendah dan di sini harus dipilih.
- Keputusan. Saat yang penting yang berisi pemilihan antara motif-motif yang ada dan meninggalkan kemungkinan yang lain, sebab tak mungkin seseorang mempunyai macam-macam keinginan pada waktu yang sama.
- Bertindak sesuai dengan keputusan yang diambil.
Keputusan kata hati merupakan
perbuatan kemampuan untuk memilih dan mengambil keputusan dengan ciri-ciri: mempertahankan
seluruh kepribadiannya, sifatnya irrasional, berlaku perseorangan dan pada
suatu situasi dan timbulnya dari lubuk hati (Purwanto, 1998).
Dalam kamus Bahasa Indonesia,
Minat diartikan dengan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah,
dan keinginan (Yardianto, 1997). Perasaan senang dan tidak senang merupakan
dasar dari suatu minat. Minat seseorang dapat diketahui dari pernyatan senang
dan tidak senang terhadap objek tertentu. Antara minat dan perhatian pada
umumnya dianggap sama. Tetapi pada prakteknya selalu bergandengan satu sama
yang lainnya. Pada kenyataannya jika seseorang tertarik pada sesuatu maka
dimulai dengan adanya minat terhadap sesuatutersebut. Jadi minat mendahului
perhatian, karena minat merupakan sikap jiwa seseorang, sedangkan perhatian
merupakan keaktifan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu objek. Jadi antara minat
dan perhatian merupakan komponen yang kuat dalam praktek karena apa yang
menjadi minat dapat menyebabkan adanya perhatian dan apa yang menyebabkan perhatian
tertentu disertai dengan minat.
Farida (1998) menuliskan beeberapa pendapat ahli tentang mengertian minat antara lain :
Farida (1998) menuliskan beeberapa pendapat ahli tentang mengertian minat antara lain :
- Jersild dan Tasch menekankan bahwa Minat (interest) adalah hal yang menyangkut aktivitas-aktivitas yang dipilih yang dipilih secara bebas oleh individu.
- Doylers Fryer mendifinisikan minat sebagai suatu sikap atau perasaan yang positif terhadap suatu aktivitas orang, pengalaman, atau benda.
- Cony Semiawan menengatakan minat sebagai suatu keadaan mental yang menghasilkan respon terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan kepadanya .
- Menurut Abu Ahmadi, minat adalah sikap jiwa orang seorang termasuk tiga fungsi jiwanya ( kognisi, konasi, emosi) yang tertuju kepada sesuatu, dan dalam hubungan itu unsur perasaan yang terkuat.
Berdasarkan uraian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan minat adalah sesuatu yang digemari
atau yang disenangi oleh seseorang terhadap terhadap sesuatu atau fungsi jiwa
untuk dapat mencapai sesuatu.
Bakat dan minat merupakan
komponen yang tak bisa dipisahkan karena kedua komponen ini jika terpisah maka
tidak akan menjamin keberhasilan individu. Seseorang bisa saja mempunyai minat
yang besar terhadap sesuatu tetapi jika tidak diimbangi bakat yang ada maka
keberhasilan tidak akan menjamin seseorang tersebut. Begitu pula sebaiknya jika
seseorang memiliki bakat yang besar tetapi tidak didasari oleh minat yang kuat
maka hal itu juga tidak akan menjamin keberhasilannya.
Akan tetapi minat itu sendiri
bukan jaminan mutlak untuk berhasil dan begitu juga bakat yang besar bukan
satu-satunya kondisi yang dapat menjamin berhasil dalam sesuatu
pekerjaan.Pilihan-pilihan yang berdasarkan pada minat semata-mata dan tanpa
didukung oleh kecerdasan maupun bakat dapat menimbulkan kekecewaan.
Dari beberapa teori-teori dan
pendapat tentang Bakat dan Minat, maka kita dapat menganalisis bahwa Abdi
mungkin memang punya bakat di bidang sains, tapi bukan berarti ia dapat
berhasil dalam semua bidang sains. Karena ternyata untuk berhasil tidak cukup
dengan modal berbakat, tapi juga harus punya kemauan atau minat. Namun, jika
hanya memiliki niat pun tak cukup untuk
meraih keberhasilan. Intinya, bakat dan minat harus dipadukan dengan baik atau
berjalan beriringan. Hanya ada satu tanpa ada yang lain, tak akan cukup membuat
siapa saja berhasil, termasuk Abdi. Meskipun dia memilki otak yang encer, Abdi
harus melihat dan memilih apa yang menjadi daya tarik dan minat untuk masa
depannya. Abdi yang memiliki minat dalam bidang komputer dan informatika, tidak berada dalam wadah yang
tepat, akibatnya ia melenceng dari tempat yng dipilihnya, yakni Teknik Sipil.
Solusi yang tepat untuk Abdi
adalah meng croscheck kembali apa
yang disukainya sesuai dengan kemampuannya. Jika ia masih kesulitan untuk
mengetahui apa yang menjadi bakat dan minatnya, ia disarankan untuk meminta
bantuan dari psikolog untuk membantu memberinya Tes Bakat dan Minat, sehingga
ia mengetahui bakat apa yang dimilikinya dan ia berminat dalam hal apa. Penting
juga untuk orangtua Abdi lebih memperhatikan masalah ini untuk keberhasilan
Abdi nantinya. Juga sebaiknya Abdi tidak serta merta menerima saran dari orang
lain tanpa meninjau terlebih dahulu, sekalipun saran itu diberikan oleh
orangtua dan pendidik Abdi, karena yang mengetahui diri Abdi dengan baik adalah
Abdi sendiri. Selagi memiliki kesempatan, tidak ada salahnya mencoba untuk
mengikuti Tes Bakat dan Minat agar tidak terjadi kesalahan yang serupa di masa
yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan intelegensi
adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir
secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang baru. Oleh karena
itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus
disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses
berpikir rasional.
Intelegensi sebagai sebuah kemampuan yang tertanam dalam diri masing-masing
individu dapat ditumbuh kembangkan dengan berbagai cara agar dapat membantu
sebagai daya berpikir yang ada dalam diri setiap individu manusia. Karena tanpa
adanya intelegensi maka pendidikan hampir mustahil untuk dilaksanakan.
Tagged as: Keperawatan, PAPER
GET UPDATES
Jangan sampai ketinggalan update terbaru. Subscribe dan dapatkan update langsung via email
Tentang Penulis
Ngurah Jaya Antara
BACA JUGA
Daftar pustakanya gak ada?
BalasHapusizin save ya buat belajar
BalasHapus