LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS

Posted by Ngurah Jaya Antara on 1




LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS





Oleh :
I GUSTI NGURAH PUTU JAYA ANTARA
P07120012075




KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
 2013
 





LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS

1.     Konsep Dasar Penyakit
A.    Definisi / Pengertian
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al.2005).
 Klasifikasi appendsitis terbagi menjadi 3 yaitu :
1.      Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local
2.      Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
3.      Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik ( fibrosis menyeluruh di dinding apendiks ,sumbatan parsial atau lumen apendiks ,adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik) dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.

B.     Penyebab / Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Selain itu hiperplasi limfe ,tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan penyumbatan.



C.    Epidemiologi
Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat saja terdapat 70.000 kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis di Amerika Serikat memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara kelahiran sampai anak tersebut berumur 4 tahun. Kejadian Apendisitis meningkat menjadi 25 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara umur 10 dan umur 17 tahun di  Amerika  Serikat. Apabila dirata-ratakan, maka didapatkan kejadian apendisitis 1,1 kasus per 1000 orang per tahun nya di Amerika Serikat.
Insiden apendisitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan tertinggi diantara kasus-kasus kegawatan daruratan, seperti juga halnya dinegara barat. Walaupun begitu diagnosis serta keputusan bedah masih  cukup sulit untuk ditegakkan. 
Pada beberapa keadaan apendicitis akut  agak  sulit  didiagnosis , misalnya pada fase awal dari apendisits akut gejala dan tandanya masih sangat samar apalagi bila sudah diberi antibiotika. Dengan pemeriksaan yang cermat dan teliti resiko kesalahan diagnosis pada apendicitis akut sekitar 15-20%. Bahkan pada wanita kesalahan diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari mengingat wanita terutama yang masih sangat muda sering timbul gangguan yang mirip apendicitis akut.

D.    Pathofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat , kemungkinan oleh faecalit  (massa keras dari faeces), tumor, benda asing , bacterial dan virus. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara prodresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen, akhirnya appendiks yanag terinflamasi berisi pus.

 Sebagian kecil dari appendiks dapat menjadi membengkak atau nekrosis. Tekanan didalam appendiks meningkat dengan cepat, menimbulkan nekrosis yang cepat dari dinding appendiks dengan diikuti oleh perforasi.

E.     Gejala klinis
Gejala awal yang khas , merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar ( nyeri tumpul ) di daerah epigasrtium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan biasanya disertai rasa mual, bahkan muntah, umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letakknya, sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Namun terkadang tidak dirasakan nyeri pada daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Terkadang appendicitis disertai dengan demam derajat rendah 37,5 – 38,5 derajat celcius. Timbulnya gejala tergantung apada appendiks yang meradang. Berikut adalah gejala yang timbul :
1.      Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal yaitu di belakang sekum(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul saat melakukan gerakan seperti berjalan, batuk, dan mengedan. Nyeri timbul karena ada kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2.      Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Terletak di dekat atau menempel pada rectum , akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltic meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang – ulang (diare).
3.      Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih.


F.     Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas anamnesa ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting  adalah :
  Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian menjalar keperut kanan bawah.
  Muntah oleh karena nyeri visceral
  Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
  Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
b. Pemeriksaan yang lain
1.  Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi paling terasa nyeri  pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney
2.  Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
c. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) nampak normal
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat
d. Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.



d. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnose appendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
  Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
  Kadang ada fekolit (sumbatan)
  Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma 

G.  Penatalaksanaan
1) Pre Operasi
a) Observasi
(1) Dalam 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis masih belum jelas dilakukan observasi ketat pasien dilakukan tirah baring dan dipuasakan.
(2) Dilakukan pemeriksaan abdomen, rektal, pemeriksaan darah diulang secara periodik.
(3) Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah abdomen kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b) Beri antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman / bakteri aerob dan anaerob.
2) Operasi Appendictomy / Intra Operasi ( Duranta Operasi )
Tindakan Appendektomy untuk mengangkat appendik yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apabila sudah terjadi perforasi pada appendik sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman / bakteri sampai tidak terdapat pus dan keadaan umum pasien baik baru dapat dilakukan appendektomy.
3) Post Operasi
a) Observasi TTV dan tanda – tanda syok.
b) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
c) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan dan selama itu pasien dipuasakan.
d) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
e) Satu hari post operasi pasien dianjurkan miring kiri / kanan dan secara bertahap duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.
f) Pada hari kedua pasien dapat diberdirikan dan duduk di luar kamar.
g) Pada hari ke tiga rawat luka dan hari ke tujuh jahitan dapat diangkat.

2.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A.    PENGKAJIAN
 I.         PRE OPERATIF (Doengoes, 1999)
(1) Data subjektif
Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan bawah, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk – tusuk, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien atau keluarga mengatakan takut dan khawatir, pasien dan keluarga mengatakan belum mengerti tentang penyakit pasien, pasien menanyakan tentang perawatan setelah operasi.

(2) Data objektif
Pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya saat bergerak, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, pasien dan keluarga tampak bertanya – tanya tentang keadaan pasien, ekspresi wajah tampak mengerutkan alis, pasien tampak tegang, terdapat nyeri tekan pada perut kwadran kanan bawah, terdapat peningkatan                                       ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat penurunan peristaltik usus.
II.   PERIOPERATIF
(1) Data subjektif
Pasien mengeluh cemas dengan keadaannya, pasien bertanya – tanya tentang prosedur pembedahan yang dilakukan.
(2) Data objektif
Pasien tampak diberikan anestesi SAB dengan tehnik spinal/block anastesi,  dengan menyuntikan obat analgesic local dalam ruang sub-aracnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5, kesadaran CM, ekstremitas dingin terjadi penurunan tekanan darah dibawah normal. Terdapat peningkatan ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat penurunan peristaltik usus.

III.      POST OPERATIF
1) Data subjektif
Pasien mengeluh badannya lemas, pasien mengeluh merasakan sakit pada perut kanan bawah bekas operasi appendectomy.
2) Data objektif
Pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien masih dalam pengaruh anestesi (4 – 6 jam post operasi), pasien belum mampu mobilisasi secara bertahap.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Preoperasi
 (1)   Nyeri akut berhubungan dengan reaksi peradangan pada appendik.
 (2) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan.
(3) Resiko komplikasi sepsis berhubungan dengan sisi masuknya micro organisme skunder
b) Intra operasi
(1) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi (vasodilatasi)
(2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efek anestesi (melemahkan otot – otot diafragma)
(3) Resiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther)
c) Post operasi
(1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi post appendektomy.
(2) Nyeri akut berhubungan dengan post operasi appendectomy
(3) Risiko infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen.

C.    RENCANA KEPERAWATAN
a.      PRE OPERASI
(1) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.
(a) Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol
(b) Kriteria hasil : Pasien rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80 – 84 x/menit, pasien tidak mengeluh nyeri dan tidak meringis, skala nyeri ringan ( 1 – 3) dari 10 skala nyeri.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi nyeri dengan tehnik PQRST ( Provoking Quality Region Saverity dan Timing )
Rasional : Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya perubahan pada appendik misal terjadi abses atau peritonitis, dengan demikian dapat segera dilakukan evaluasi medik dan intervensi yang tepat.
· Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler dengan lutut fleksi
Rasional : Posisi semi fowler dengan lutut fleksi mengurang kontraksi otot – otot abdominal sehingga mengurangi tekanan pada abdomen yang nantinya dapat mengurangi sensasi nyeri.
· Ajarkan dan anjurkan penggunaan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional : Tehnik distraksi mampu mengurangi fokus terhadap nyeri dan mengalihkan fokus terhadap hal – hal lain diluar sensasi nyeri sehingga mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan, tehnik relaksasi membantu mengurangi kontraksi otot –otot sehingga menjadi lebih rileks dan akan mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan.

· Delegatif dalam memberikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : agen analgetik mampu mengurangi sensitifitas dari saraf – saraf penerima rangsangan dan beberapa analgetika juga dapat mengurangi efektifitas pengantaran rangsang dari neurotransmiter, sehingga rangsangan nyeri yang diterima oleh corteks cerebri sebagai penerima rangsangan lebih lemah dan sensasi nyeri yang dirasakan juga lebih ringan.
(2) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan.
(a) Tujuan : Ansietas terkontrol
(b) Kriteria hasil : Pasien menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi ansietasnya, pasien tidak cemas dan menunjukkan perasaan rileks.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal
Rasional : Tingkat ansietas akan mempengaruhi penerimaan dan kooperatifitas terhadap tindakan yang diberikan sehingga perlu diketahui karena pada tingkat ansietas tertentu berbeda tehnik penanganannya.
· Berikan informasi tentang penyakit pasien
Rasional : Mengetahui apa yang terjadi dan penyelesaiannya akan membantu mengurangi ansietas.
·   Berikan kesempatan bertanya pada pasien
Rasional : Pertanyaan – pertanyaan dari pasien dapat menjadi tolak ukur tingkat pemahaman pasien terhadap penjelasan yang telah diberikan.
· Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : Orang terdekat lebih dipercaya pasien dan dapat memotivasi pasien untuk dapat mengikuti perawatan dan akan meningkatkan kooperatifitas pasien.
(3) Risiko sepsis berhubungan dengan sisi masuknya microorganisme skunder.
(a) Tujuan : Komplikasi sepsis tidak terjadi.
(b) Kriteria hasil : Tanda – tanda infeksi tidak ada, tidak ada manifestasi peritonitis.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tanda – tanda vital tiap 6 jam
Rasional : Tanda tanda vital terutama peningkatan suhu dapat menjadi indikator terjadinya perforasi atau infeksi yang lebih luas.
· Informasikan kepada dokter segera dan siapkan pembedahan sesuai program bila manifestasi perforasi terjadi
Rasional : Pembedahan segera diperlukan untuk appendik ruptur, isi usus keluar ke dalam rongga peritoneal bila appendik ruptur dapat mencetuskan peritonitis.
· Pertahankan puasa, delegatif pemberian therapi cairan parenteral sesuai dengan program pra pembedahan
Rasional : Penghentian masukan makanan dan cairan per oral sebelum pembedahan mengurangi risiko muntah dan aspirasi bila telah dilakukan anastesi.


b. INTRA OPERASI
(1) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi (vasokontriksi).
(a) Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung
(b) Kriteria hasil : Tekanan darah dalam batas normal, tidak terjadi hipotensi.
(c) Rencana tindakan :
· Pantau atau catat kecenderungan frekuensi jantung dan tekanan darah khususnya terjadinya hipotensi.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan dan vasokontriksi pembuluh darah.
· Catat suhu kulit atau warna dan kualitas atau kesamaan nadi perifer.
Rasional : kulit hangat, merah muda dan nadi kuat indikator curah jantung adekuat.
· Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan oksigenisasi maksimal, menurunkan kerja jantung.
· Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan pasien terpenuhi tergantung tipe pembedahan.
(2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efek anestesi (relaksasi otot – otot diafragma).
(a) Tujuan : Pola nafas efektif
(b) Kriteria hasil : pola nafas normal (18 – 20 x/menit)/efektif, tidak terjadi sianosis atau tanda – tanda hipoksia
(c) Rencana tindakan :
· Pertahankan jalan udara pasien
Rasional : Mencegah obstruksi jalan nafas
· Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien
Rasional : Memastikan efektifitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan.
· Pantau TTV secara terus menerus
Rasional : Meningkatnya pernafasan, takikardi, bradhikardi, menunjukkan kemungkinan hipoksia
· Posisikan pasien pada posisi yang sesuai dengan jenis pembedahan dan anestesi
Rasional : Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru dan menurunkan tekanan pada diafragma
· Observasi fungsi otot terutama otot pernafasan
Rasional : Obat anestesi dalam proses pembedahan dapat menimbulkan relaksasi pada otot pernafasan.
(3) Risiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther).
(a) Tujuan : Cedera tidak terjadi
(b) Kriteria hasil : Meningkatkan keamanan dan menggunakan sumber – sumber secara tepat

(c) Rencana tindakan :
· Antisipasi gerakan jalur dan mendukung posisi pasien yang tepat
Rasional : Mencegah tegangan atau dislokalisasi
· Pastikan keamanan elektrikal dan alat – alat yang dipergunakan selama prosedur operasi
Rasional : pemeriksaan alat – alat elektrik secara periodik penting dilakukan untuk keamanan pasien dan tindakan operasi
· Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai menggunakan handuk basah, spon dan penghentian pendarahan
Rasional : mencegah kerusakan integritas kulit dan beri batasan perlukaan anatomi pada area operasi
· Berikan petunjuk yang sederhana dan singkat pada pasien yang sadar
Rasional : membantu pasien dalam memahami prosedur yang dilakukan sehingga mengurangi resiko cedera

c.      POST OPERASI
(1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi post appendektomy.
(a) Tujuan : Pasien dapat beraktifitas secara mandiri
(b) Kriteria hasil : Pasien dapat beraktifitas dan memenuhi ADL secara mandiri, menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dengan toleransi aktifitas.


(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas
Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas menjadi suatu pertimbangan dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien.
· Anjurkan pasien melakukan aktifitas secara mandiri
Rasional : meningkatkan kemampuan pasien dalam beraktifitas secara mandiri sampai tingkat normal dan menumbuhkan rasa semangat untuk beraktifitas.
· Dekatkan alat – alat dan keperluan pasien sehingga mudah dicapai
Rasional : penempatan alat – alat yang mudah dijangkau membantu melatih pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan mengurangi resiko cedera.
· Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya seminimal mungkin
Rasional : dengan bantuan yang minimal pasien akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan melatih pasien untuk bergerak.
(2) Nyeri akut berhubungan dengan post operasi appendectomy
(a) Tujuan : Nyeri berkurang
(b) Kriteria hasil : Melaporkan nyeri terkontrol , tampak rileks dan mampu istirahat dengan tepat
(c) Tindakan keperawatan
·         Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri dari pada memint
·         Catat petunjuk non-verbal mislanya gelisah, menolak untuk bergerak , berhati – hati dengan abdomen.
Rasional : Bahasa tubuh / non-verbal dapat secara psikologis dan fisiologik dapat digunakan sebagi petunjuk verbal untuk mengidentifikasi nyeri.
·   Kaji skala nyeri, catat lokasi, karakteristik ( sakal 0-10 ) selidiki dan laporkan perubahan nyeri yang tepat
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat ,kemajuan penyembuhan.

(3) Risiko infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen. 
(a) Tujuan : Tidak ada tanda dan gejala infeksi
(b) Kriteria hasil : Pasien bebas dari tanda dan gejaala infeksi, menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
(c) Tindakan keperawatan :
·         Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.
Rasional : Dengan mencuci tangan dapat meminimalisasi penyebaran sekunder kuman infeksi.
·         Berikan perawatan pada kulit daerah post operasi
Rasional : Dengan dilakukannya perawatan luka prinsip steril dapat mencegah terjadinya risiko atau pajanan dari bakteri pathogen.
·         Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional :  Hangat, kemerahan adalah tanda dini gejala infeksi. Maka pasien dan keluarga haruslah berhati – hati dalam melakukan perawatan luka di rumah agar tidak terjadi risiko infeksi pada luka post operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedomanan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.EGC:Jakarta
Huda Nurarif Amin, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Edisi Revisi Jilid 2. MediaAction: Yogyakarta
Smeltzer , Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC ; Jakarta  

Share this to

Facebook Google+ Twitter Digg

GET UPDATES

Jangan sampai ketinggalan update terbaru. Subscribe dan dapatkan update langsung via email

Tentang Penulis

Ngurah Jaya Antara

BACA JUGA

1 komentar:

  1. Sangat membantu dan bermanfaat, akan lebih bagus lagi jika di tambahkan "PATHWAY"
    terima kasih

    BalasHapus

TIPS KESEHATAN TERBARU

ARTIKEL KEPERAWATAN

TUTORIAL BLOGGER

VIEWER

MEMBER

© 2011-2014 Ngurah Jaya Antara. All rights reserved. Theme by Bloggertheme9
Blogger templates. Powered by Blogger.
back to top