LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
APPENDISITIS
Oleh
:
I
GUSTI NGURAH PUTU JAYA ANTARA
P07120012075
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK
KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN
KEPERAWATAN
2013
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN
DENGAN APPENDISITIS
1.
Konsep
Dasar Penyakit
A.
Definisi
/ Pengertian
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada
usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah
sekum(cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. ( Wim de Jong et al.2005).
Klasifikasi appendsitis terbagi menjadi 3
yaitu :
1. Apendisitis
akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local
2. Apendisitis
rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendiktomi.
3. Apendisitis
kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik ( fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks ,sumbatan parsial atau lumen apendiks ,adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik) dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.
B.
Penyebab
/ Etiologi
Terjadinya
apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun apendiks
menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Selain itu hiperplasi limfe ,tumor apendiks dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan penyumbatan.
C.
Epidemiologi
Angka
kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat saja terdapat
70.000 kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis di
Amerika Serikat memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara
kelahiran sampai anak tersebut berumur 4 tahun. Kejadian Apendisitis meningkat
menjadi 25 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara umur 10 dan umur 17 tahun
di Amerika Serikat. Apabila dirata-ratakan, maka
didapatkan kejadian apendisitis 1,1 kasus per 1000 orang per tahun nya di
Amerika Serikat.
Insiden apendisitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan
tertinggi diantara kasus-kasus kegawatan daruratan, seperti juga halnya dinegara barat. Walaupun begitu diagnosis serta keputusan bedah masih
cukup sulit untuk ditegakkan.
Pada beberapa keadaan apendicitis akut
agak sulit didiagnosis , misalnya pada fase awal dari apendisits
akut gejala dan tandanya masih sangat samar apalagi bila sudah diberi
antibiotika. Dengan pemeriksaan yang cermat dan teliti resiko kesalahan
diagnosis pada apendicitis akut sekitar 15-20%. Bahkan pada wanita
kesalahan diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari mengingat
wanita terutama yang masih sangat muda sering timbul gangguan yang mirip
apendicitis akut.
D.
Pathofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami
edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat , kemungkinan oleh faecalit
(massa keras dari faeces), tumor, benda asing , bacterial dan virus. Proses
inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas
atau menyebar hebat secara prodresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di
kuadran kanan bawah dari abdomen, akhirnya appendiks yanag terinflamasi berisi
pus.
Sebagian kecil dari appendiks dapat menjadi
membengkak atau nekrosis. Tekanan didalam appendiks meningkat dengan cepat, menimbulkan
nekrosis yang cepat dari dinding appendiks dengan diikuti oleh perforasi.
E.
Gejala
klinis
Gejala
awal yang khas , merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar ( nyeri
tumpul ) di daerah epigasrtium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan
biasanya disertai rasa mual, bahkan muntah, umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di
titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letakknya, sehingga merupakan
nyeri somatic setempat. Namun terkadang tidak dirasakan nyeri pada daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Terkadang appendicitis disertai dengan
demam derajat rendah 37,5 – 38,5 derajat celcius. Timbulnya gejala tergantung
apada appendiks yang meradang. Berikut adalah gejala yang timbul :
1. Bila
letak apendiks retrosekal retroperitoneal yaitu di belakang sekum(terlindung
oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul
saat melakukan gerakan seperti berjalan, batuk, dan mengedan. Nyeri timbul
karena ada kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila
apendiks terletak di rongga pelvis
Terletak di dekat atau
menempel pada rectum , akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum,
sehingga peristaltic meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan
berulang – ulang (diare).
3. Bila
apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih.
F.
Pemeriksaan
penunjang
Untuk
menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas anamnesa ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Gejala
appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting adalah :
Nyeri
mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian
menjalar keperut kanan bawah.
Muntah
oleh karena nyeri visceral
Panas
(karena kuman yang menetap di dinding usus)
Gejala
lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
b. Pemeriksaan yang
lain
1. Lokalisasi
Jika
sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi paling
terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga
terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada
tumor di titik Mc. Burney
2. Test
Rectal
Pada
pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
c. Pemeriksaan
Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis
akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb
(hemoglobin) nampak normal
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada
keadaan appendicitis infiltrat
d. Urine
penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.
d. Pemeriksaan
Radiologi
Pada
foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnose appendicitis akut, kecuali
bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai
berikut :
Adanya sedikit fluid level disebabkan
karena adanya udara dan cairan
Kadang
ada fekolit (sumbatan)
Pada keadaan perforasi ditemukan adanya
udara bebas dalam diafragma
G. Penatalaksanaan
1) Pre
Operasi
a) Observasi
(1) Dalam 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendiksitis masih belum jelas dilakukan observasi ketat pasien dilakukan
tirah baring dan dipuasakan.
(2) Dilakukan pemeriksaan abdomen, rektal, pemeriksaan darah diulang
secara periodik.
(3) Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah
abdomen kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b) Beri
antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman / bakteri aerob dan anaerob.
2) Operasi
Appendictomy / Intra Operasi ( Duranta Operasi )
Tindakan
Appendektomy untuk mengangkat appendik yang dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan risiko perforasi. Apabila sudah terjadi perforasi pada appendik
sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman /
bakteri sampai tidak terdapat pus dan keadaan umum pasien baik baru dapat
dilakukan appendektomy.
3) Post
Operasi
a) Observasi
TTV dan tanda – tanda syok.
b) Baringkan
pasien dalam posisi semi fowler.
c) Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan dan selama itu pasien
dipuasakan.
d) Berikan
minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam keesokan
harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
e) Satu
hari post operasi pasien dianjurkan miring kiri / kanan dan secara bertahap
duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.
f) Pada
hari kedua pasien dapat diberdirikan dan duduk di luar kamar.
g) Pada
hari ke tiga rawat luka dan hari ke tujuh jahitan dapat diangkat.
2.
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
A.
PENGKAJIAN
I.
PRE
OPERATIF (Doengoes, 1999)
(1) Data
subjektif
Pasien mengatakan nyeri pada perut
bagian kanan bawah, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk – tusuk, skala
nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien atau keluarga mengatakan
takut dan khawatir, pasien dan keluarga mengatakan belum mengerti tentang
penyakit pasien, pasien menanyakan tentang perawatan setelah operasi.
(2) Data
objektif
Pasien tampak meringis, pasien
tampak memegang perutnya saat bergerak, pasien dan keluarga tampak cemas dan
gelisah, pasien dan keluarga tampak bertanya – tanya tentang keadaan pasien,
ekspresi wajah tampak mengerutkan alis, pasien tampak tegang, terdapat nyeri
tekan pada perut kwadran kanan bawah, terdapat peningkatan ( leukosit, neutrofil,
produk mukus, dan secret) dan terdapat penurunan peristaltik usus.
II. PERIOPERATIF
(1) Data subjektif
Pasien mengeluh cemas dengan
keadaannya, pasien bertanya – tanya tentang prosedur pembedahan yang dilakukan.
(2) Data
objektif
Pasien tampak diberikan anestesi SAB
dengan tehnik spinal/block anastesi, dengan menyuntikan obat analgesic local dalam
ruang sub-aracnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5, kesadaran
CM, ekstremitas dingin terjadi penurunan tekanan darah dibawah normal. Terdapat
peningkatan ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat
penurunan peristaltik usus.
III.
POST OPERATIF
1) Data subjektif
Pasien mengeluh badannya lemas,
pasien mengeluh merasakan sakit pada perut kanan bawah bekas operasi
appendectomy.
2) Data objektif
Pasien tampak berbaring di tempat
tidur, pasien masih dalam pengaruh anestesi (4 – 6 jam post operasi), pasien
belum mampu mobilisasi secara bertahap.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a) Preoperasi
(1) Nyeri akut berhubungan dengan reaksi
peradangan pada appendik.
(2) Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan.
(3) Resiko
komplikasi sepsis berhubungan dengan sisi masuknya micro organisme skunder
b) Intra operasi
(1) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek
anestesi (vasodilatasi)
(2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
(melemahkan otot – otot diafragma)
(3) Resiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan
(penggunaan alat cauther)
c) Post operasi
(1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat
efek anastesi post appendektomy.
(2) Nyeri
akut berhubungan dengan post operasi appendectomy
(3) Risiko
infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari
pemajanan pathogen.
C.
RENCANA
KEPERAWATAN
a.
PRE OPERASI
(1) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.
(a) Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol
(b) Kriteria hasil : Pasien rileks, mampu tidur atau
istirahat dengan baik, nadi 80 – 84 x/menit, pasien tidak mengeluh nyeri dan
tidak meringis, skala nyeri ringan ( 1 – 3) dari 10 skala nyeri.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi nyeri dengan tehnik PQRST ( Provoking Quality
Region Saverity dan Timing )
Rasional : Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya
perubahan pada appendik misal terjadi abses atau peritonitis, dengan demikian
dapat segera dilakukan evaluasi medik dan intervensi yang tepat.
· Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler dengan
lutut fleksi
Rasional : Posisi semi fowler dengan lutut fleksi mengurang kontraksi
otot – otot abdominal sehingga mengurangi tekanan pada abdomen yang nantinya
dapat mengurangi sensasi nyeri.
· Ajarkan dan anjurkan penggunaan tehnik distraksi dan
relaksasi
Rasional : Tehnik distraksi mampu mengurangi fokus terhadap nyeri dan
mengalihkan fokus terhadap hal – hal lain diluar sensasi nyeri sehingga
mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan, tehnik relaksasi membantu mengurangi
kontraksi otot –otot sehingga menjadi lebih rileks dan akan mengurangi sensasi
nyeri yang dirasakan.
· Delegatif dalam memberikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : agen analgetik mampu mengurangi sensitifitas dari saraf –
saraf penerima rangsangan dan beberapa analgetika juga dapat mengurangi
efektifitas pengantaran rangsang dari neurotransmiter, sehingga rangsangan
nyeri yang diterima oleh corteks cerebri sebagai penerima rangsangan lebih lemah
dan sensasi nyeri yang dirasakan juga lebih ringan.
(2) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit, penyebab dan perawatan.
(a)
Tujuan :
Ansietas terkontrol
(b) Kriteria hasil : Pasien menggunakan mekanisme koping
yang efektif dalam mengatasi ansietasnya, pasien tidak cemas dan menunjukkan
perasaan rileks.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non
verbal
Rasional
: Tingkat ansietas akan mempengaruhi
penerimaan dan kooperatifitas terhadap tindakan yang diberikan sehingga perlu
diketahui karena pada tingkat ansietas tertentu berbeda tehnik penanganannya.
· Berikan informasi tentang penyakit pasien
Rasional
: Mengetahui apa yang terjadi dan
penyelesaiannya akan membantu mengurangi ansietas.
· Berikan kesempatan bertanya pada pasien
Rasional
: Pertanyaan – pertanyaan dari pasien
dapat menjadi tolak ukur tingkat pemahaman pasien terhadap penjelasan yang
telah diberikan.
· Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional
: Orang terdekat lebih dipercaya
pasien dan dapat memotivasi pasien untuk dapat mengikuti perawatan dan akan
meningkatkan kooperatifitas pasien.
(3) Risiko sepsis berhubungan dengan sisi masuknya
microorganisme skunder.
(a) Tujuan : Komplikasi sepsis tidak terjadi.
(b) Kriteria hasil : Tanda – tanda infeksi tidak ada,
tidak ada manifestasi peritonitis.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tanda – tanda vital tiap 6 jam
Rasional
: Tanda tanda vital terutama
peningkatan suhu dapat menjadi indikator terjadinya perforasi atau infeksi yang
lebih luas.
· Informasikan kepada dokter segera dan siapkan pembedahan
sesuai program bila manifestasi perforasi terjadi
Rasional
: Pembedahan segera diperlukan untuk
appendik ruptur, isi usus keluar ke dalam rongga peritoneal bila appendik
ruptur dapat mencetuskan peritonitis.
· Pertahankan puasa, delegatif pemberian therapi cairan
parenteral sesuai dengan program pra pembedahan
Rasional
: Penghentian masukan makanan dan
cairan per oral sebelum pembedahan mengurangi risiko muntah dan aspirasi bila telah
dilakukan anastesi.
b.
INTRA OPERASI
(1) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek
anestesi (vasokontriksi).
(a) Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah
jantung
(b) Kriteria hasil : Tekanan darah dalam batas normal,
tidak terjadi hipotensi.
(c) Rencana tindakan :
· Pantau atau catat kecenderungan frekuensi jantung dan
tekanan darah khususnya terjadinya hipotensi.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi akibat
kekurangan cairan dan vasokontriksi pembuluh darah.
· Catat suhu kulit atau warna dan kualitas atau kesamaan nadi
perifer.
Rasional : kulit hangat, merah muda dan nadi
kuat indikator curah jantung adekuat.
· Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan oksigenisasi maksimal,
menurunkan kerja jantung.
· Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit dan obat sesuai
indikasi.
Rasional : kebutuhan pasien terpenuhi
tergantung tipe pembedahan.
(2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
(relaksasi otot – otot diafragma).
(a) Tujuan : Pola nafas efektif
(b) Kriteria hasil : pola nafas normal (18 – 20
x/menit)/efektif, tidak terjadi sianosis atau tanda – tanda hipoksia
(c) Rencana tindakan :
· Pertahankan jalan udara pasien
Rasional
: Mencegah obstruksi jalan nafas
· Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien
Rasional
: Memastikan efektifitas pernafasan
sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan.
· Pantau TTV secara terus menerus
Rasional
: Meningkatnya pernafasan, takikardi,
bradhikardi, menunjukkan kemungkinan hipoksia
· Posisikan pasien pada posisi yang sesuai dengan jenis
pembedahan dan anestesi
Rasional
: Posisi yang benar akan mendorong
ventilasi pada lobus paru dan menurunkan tekanan pada diafragma
· Observasi fungsi otot terutama otot pernafasan
Rasional
: Obat anestesi dalam proses
pembedahan dapat menimbulkan relaksasi pada otot pernafasan.
(3) Risiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan
(penggunaan alat cauther).
(a) Tujuan : Cedera tidak terjadi
(b) Kriteria hasil : Meningkatkan keamanan dan
menggunakan sumber – sumber secara tepat
(c) Rencana tindakan :
· Antisipasi gerakan jalur dan mendukung posisi pasien yang
tepat
Rasional
: Mencegah tegangan atau dislokalisasi
· Pastikan keamanan elektrikal dan alat – alat yang
dipergunakan selama prosedur operasi
Rasional
: pemeriksaan alat – alat elektrik
secara periodik penting dilakukan untuk keamanan pasien dan tindakan operasi
· Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai menggunakan
handuk basah, spon dan penghentian pendarahan
Rasional
: mencegah kerusakan integritas kulit
dan beri batasan perlukaan anatomi pada area operasi
· Berikan petunjuk yang sederhana dan singkat pada pasien yang
sadar
Rasional
: membantu pasien dalam memahami
prosedur yang dilakukan sehingga mengurangi resiko cedera
c.
POST
OPERASI
(1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat
efek anastesi post appendektomy.
(a) Tujuan : Pasien dapat beraktifitas secara
mandiri
(b) Kriteria hasil : Pasien dapat beraktifitas dan
memenuhi ADL secara mandiri, menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dengan
toleransi aktifitas.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas
Rasional
: Mengetahui tingkat kemampuan pasien
dalam beraktifitas menjadi suatu pertimbangan dalam membantu memenuhi kebutuhan
pasien.
· Anjurkan pasien melakukan aktifitas secara mandiri
Rasional : meningkatkan kemampuan
pasien dalam beraktifitas secara mandiri sampai tingkat normal dan menumbuhkan
rasa semangat untuk beraktifitas.
· Dekatkan alat – alat dan keperluan pasien sehingga mudah
dicapai
Rasional : penempatan alat – alat
yang mudah dijangkau membantu melatih pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara
mandiri dan mengurangi resiko cedera.
· Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya seminimal mungkin
Rasional : dengan bantuan yang
minimal pasien akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan
melatih pasien untuk bergerak.
(2) Nyeri akut berhubungan dengan post operasi
appendectomy
(a)
Tujuan : Nyeri berkurang
(b)
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri terkontrol , tampak
rileks dan mampu istirahat dengan tepat
(c)
Tindakan keperawatan
·
Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
Rasional
:
Mencoba untuk mentoleransi nyeri dari pada memint
·
Catat petunjuk non-verbal mislanya
gelisah, menolak untuk bergerak , berhati – hati dengan abdomen.
Rasional
:
Bahasa tubuh / non-verbal dapat secara psikologis dan fisiologik dapat
digunakan sebagi petunjuk verbal untuk mengidentifikasi nyeri.
· Kaji
skala nyeri, catat lokasi, karakteristik ( sakal 0-10 ) selidiki dan laporkan
perubahan nyeri yang tepat
Rasional
:
Berguna dalam pengawasan keefektifan obat ,kemajuan penyembuhan.
(3)
Risiko infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemajanan pathogen.
(a)
Tujuan : Tidak ada
tanda dan gejala infeksi
(b)
Kriteria hasil : Pasien
bebas dari tanda dan gejaala infeksi, menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
(c)
Tindakan keperawatan :
·
Instruksikan
pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien.
Rasional
: Dengan mencuci tangan dapat
meminimalisasi penyebaran sekunder kuman infeksi.
·
Berikan
perawatan pada kulit daerah post operasi
Rasional
: Dengan dilakukannya perawatan luka
prinsip steril dapat mencegah terjadinya risiko atau pajanan dari bakteri
pathogen.
·
Ajarkan
pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional : Hangat, kemerahan adalah tanda dini
gejala infeksi. Maka pasien dan keluarga haruslah berhati – hati dalam
melakukan perawatan luka di rumah agar tidak terjadi risiko infeksi pada luka
post operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedomanan Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.EGC:Jakarta
Huda
Nurarif Amin, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Edisi
Revisi Jilid 2. MediaAction: Yogyakarta
Smeltzer ,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC ; Jakarta
Sangat membantu dan bermanfaat, akan lebih bagus lagi jika di tambahkan "PATHWAY"
BalasHapusterima kasih