FARMAKOLOGI - IMUNOSUPRESAN
Posted by Ngurah Jaya Antara
on
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa
ini, beberapa obat antikanker ataupun imunosupresan yang tersedia masih banyak
menimbulkan efek samping dibandingkan manfaat obat karena dibutuhkan dosis
tinggi untuk jangka pemberian yang cukup lama. Salah satu cara menurunkan efek
samping tersebut adalah dengan menginkorporasikan obat antikanker ataupun
imunosupresan ke dalam pembawa obat (drug carrier) yang telah banyak diteliti
yaitu liposom 2-4. Liposom yang mempunyai gambaran mirip dengan sel yang
bermembran dua lapis fosfolipid, .merupakan suatu pembawa obat. Liposom umumnya
dibuat dari lesitin atau fosfatidilkolin dari kedelai (Soya bean
Phosphatidylcholine/SPC) atau dari kuning telur (Eggyolk
Phosphatidylcholine/EPC) 5.
Selain
fosfatidilkolin sebagai lipid utama, liposom dapat juga dibuat kombinasi dengan
lipid lain untuk meningkatkan stabilitas liposom, misalnya kolesterol atau
tetra eter lipid (TEL) 6-8. Tetra eter lipid merupakan lipid membran bakteri
Archaea yang akhir-akhir ini banyak diteliti sebagai lipid utama pada formulasi
liposom per oral, karena stabil pada pH 2. Bakteri Archaea yang sudah banyak
diekstrak untuk mendapatkan TEL adalah Thermoplasma acidophilum7 dan Sulfolobus
acidocaldarius8. Pada penelitian ini digunakan TEL dari Thermoplasma
acidophilum. Liposom kombinasi EPC-TEL 2,5 terbukti dapat mengikat obat lebih
baik dibandingkan liposom EPC atau liposom jenis lain9-10, namun belum pernah
dilakukan uji stabilitas liposom EPC-TEL 2,5 terhadap pengaruh fisik (perbedaan
suhu), pengaruh bahan kimia yaitu NaCl, MgCl2 dan CaCl2 pada berbagai pH dan
pengaruh metabolisme di hepar pada uji stabilitas biologik. Apabila liposom
EPC-TEL 2,5 cukup stabil pada uji stabilitas fisik dan kimia, tidak stabil pada
uji stabilitas biologik, maka formulasi terbaru liposom tersebut dapat
dimanfaatkan untuk menginkorporasikan obat-obat, terutama obat yang hanya
efektif pada dosis tinggi ataupun obat-obat untuk jangka panjang, sehingga efek
toksik obat dapat ditekan serendah mungkin.
1.2. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebgai berikut ;
1. Apa
pengertian dari Iunosupresan ?
2. Bagaimana
pendeskripsian obat Imunosupresan tersebut ?
3. Apa
saja macam- macam obat Imunosupresan tersebut ?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini antara lain ;
1. Siswa
mengetahui dan memahami definisi/pengertian dari Iumnosupresan.
2. Siswa
dapat menjelaskan bagaimana pendeskripsian obat Imunosupresan.
3. Siswa
mengetahui dan memahami macam – macam obat Imunosupresan mulai dari mekanisme
kerja, interaksi, penggunaan klinis, efek samping, serta contoh penyakit yang
di obati oleh Imunosupresan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Imunosupresan
Imunosupresan adalah kelompok obat yang
digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi,
mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus.
Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.
Immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun
dengan jalan interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. Titik kerjanya
dalam proses-imun dapat berupa penghambatan transkripsi dari cytokin, sehingga
mata rantai penting dalam respon-imun diperlemah. Khususnya IL-2 adalah
esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang dapat dihambat pula
oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa diinaktifkan atau
dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit. Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu,
transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada
neonatus.
2.2 Deskripsi
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan
untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi
penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok
ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.
·
Respon imun
Pada mahkluk tingkat tinggi seperti
hewan vertebrata dan manusia, terdapat dua sistem pertahanan (imunitas), yaitu
imunitas nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive
imunity).
1.
Imunitas nonspesifik.
Merupakan mekanisme pertahanan
terdepan yang meliputi komponen fisik berupa keutuhan kulit dan mukosa;
komponen biokimiawi seperti asam lambung, lisozim, komploment ; dan komponen
seluler nonspesifik seperti netrofil dan makrofag. Netrofil dan makrofag
melakukan fagositosis terhadap benda asing dan memproduksi berbagai mediator
untuk menarik sel-sel inflamasi lain di daerah infeksi. Selanjutnya benda asing
akan dihancurkan dengan mekanisme inflamasi.
2.
Imunitas spesifik
Memiliki karakterisasi khusus antara
lain kemampuannya untuk bereaksi secara spesifik dengan antigen tertentu;
kemampuan membedakan antigen asing dengan antigen sendiri (nonself terhadap
self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih cepat dan lebih efesien terhadap
antigen yang sudah dikenal sebelumnya. Respon imun spesifik ini terdiri dari
dua sistem imun , yaitu imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas seluer
melibatkan sel limposit T, sedangkan imunitas humoral melibatkan limposit B dan
sel plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.
·
Aktivitas respon imun spesifik
Aktivitas sistem imun spesifik
memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting sel.
·
Indikasi imunosupresan
Imunosupresan digunakan untuk tiga
indikasi utama yaitu:
1. transplantasi organ
2. penyakit autoimun
3. pencegahan hemolisis Rhesus pada neonates
·
Prinsip umum terapi imunosupresan
Prinsip umum penggunaan
imunosupresan untuk mencapai hasil terapi yang optimal adalah sebagai berikut:
1. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan
ditekan dibandingkan dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer
mencakup: pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan
diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap
obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas
obat imunosupresan akan jauh berkurang.
2. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda
terhadap antigen yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun
terhadap suatu antigen berbeda dengan dosis untuk antigen lain.
3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat
imunosupresan diberikan sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir
semua penyakit autoimun baru bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang,
sehingga relatif sulit diatasi.
·
Pilahan Obat Imunosupresan
Secara praktis, di klinik penggunaan
obat imunosupresan berdasarkan waktu pemberiannya. Untuk itu, respon imun
dibagi dalam dua fase :
1. Fase
pertama adalah fase induksi, yang meliputi :
*
Fase pengolahan antigen oleh makrofag,
dan pengenalan antigen oleh limfosit imunokompeten.
*
Fase proliferasi dan diferensiasi
sel B dan sel T
2.
Fase kedua adalah fase produksi,
yaitu fase sintesis aktif antibodi dan limfokin.
Berdasarkan respon imun, imunosupresan dibagi menjadi
tiga kelas :
Kelas I: harus diberikan sebelum fase induksi yaitu
sebelum terjadi perangsangan oleh antigen. Kerjanya merusak limfosit
imunokompeten. Jika diberikan setelah terjadi perangsangan oleh antigen, biasanya
tidak diperoleh efek imunosupresif sehingga respon imun dapat berlanjut terus.
Kelas II: harus
diberikan dalam fase induksi, biasanya satu atau dua hari setelah perangsangan
oleh antigen berlangsung. Obat golongan ini bekerja mengambat proses diferensiasi
dan proliferasi sel imunokompeten, misalnya antimetabolit.
Kelas III: memiliki
sifat dari kelas I dan II. Jadi golongan ini dapat menghasilkan imunosupresi
bila diberikan sebelum maupun sesudah adanya perangsangan oleh Antigen.
2.3 Obat
Imunosupresan
1. Azatioprin
Azatioprin sudah digunakan selama 20
tahun untuk menekan penolakan cangkok organ ginjal dan sudah merupakan prosedur
yang diterima. Juga digunakan untuk pengobatan artritis reumatoid berat yang
refrakter.
Toksisitas terhadap darah seperti leukopenia dan
trombositopenia harus dimonitor dengan baik sebagai petunjuk penentuan dosis
azatioprin.
§
Mekanisme kerja.
Azotioprin
adalah antimetabolit golongan purin yang merupakan prekursor 6-merkaptopurin.
Azotioprin dalam tubuh diubah menjadi 6-merkaptopurin(6-MP) yang merupakan
metabolit aktif dan bekerjaMenghambat sintesis de novo purin.
§
Interaksi
Penggunaan bersama allopurinol menyebabkan hambatan Xantin
oksidase yang juga merupakan enzim penting dalam metabolisme
6-merkaptopurin,sehingga kombinasiIni meningkatkan toksisitas azotioprin dan
merkaptopurin.
§
Penggunaan klinis
Azotioprin digunakan antara lain untuk
mencegahPenolakan transplantasi,lupus nefritis.GNA, AR,Penyakit Crohn,dan
sklerosis multipel.Obat ini kadang2 digunakan untuk ITP dan AIHA yangRefrakter
terhadap steroid.Untuk profilaksis digunakan dosis 3-10 mg/KgBB per hari1 atau
2 hari sebelum transplantasi.Dosis pemeliharaan 1-3 mg/KgBB per hari.Obat ini
tersedia dalam bentuk tablet 50 mg dan iv100mg/vial
§
Efek Samping
Menghambat proliferasi sel-sel yang cepat tumbuh
sepertiMukosa usus,dan sumsum tulang dengan akibatleukopeni dan
trombositopeni.Ruam kulit,mual.mutah dan diare.Dapat terjadi peningkatan enzim
transaminase,kolestasis. Efek samping lain dapat terjadi peningkatan risikoInfeksi
dan efek mutagenisitas dan karsinogenisitas.
2. Metotreksat (MTX)
Digunakan sebagai obat tunggal atau
kombinasi dengan siklosporin dalam mencegah penolakan cangkok sumsum tulang.
MTX juga berguna untuk penyakit autoimun dan peradangan tertentu. Saat ini
disetujui untuk digunakan dalam pengobatan artritis reumatoid yang aktif dan
berat pada orang dewasa dan pada psoriasis yang sudah refrakter terhadap obat
lain.
o
Nama :
4-amino-4-deoxy–10-methylpteoryl-L-glutamic acid.
o
Struktur kimia : C20H22N8O5
o
Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal
berwarna kuning atau oranye, higroskopis. Praktis tidak larut dalam air,
alkohol, diklorometan, terurai dalam larutan asam mineral, basa hidroksida dan
karbonat.
o
Golongan/Kelas Terapi
Antineoplastik, Imunosupresan dan obat
utnuk terapi.
o
Nama dagang
Emthexate-Combiphar/Pharmachemie,Methotrexat-Ebewe,
Methotrexate Kalbe.
o
Indikasi :
Pengobatan untuk neoplasma
trofoblatik, leukemia, psoriasis, reumatoid artritis, termasuk terapi
poliartikular juvenile reumatoid artritis (JDR); karsinoma payudara, karsinoma
leher dan karsinoma kepala,karsinoma paru, osteosarkoma, sarcoma jaringan
lunak, karsinoma saluran gastrointestinal, karsinoma esofagus, karsinoma
testes, karsinoma limfoma.
o
Dosis, cara pemberian dan lama
pemberian :
Dosis 100 – 500 mg/m² membutuhkan
leucovorin rescue, > 500 mg/m² harus menggunakan leucovorin rescue baik
secara iv, im, maupun oral. Leucovorin 10 mg/m² setiap 6 jam untuk 6-8 dosis
dimulai 24 jam setelah pemberian metotreksat. Pemberian leucovorin dilanjutkan
sampai kadar metotreksat dalam darah sebesar < 0.1 micromolar. Jika kadar
metotreksat setelah 48 jam > 1 mikromolar atau setelah 72 jam > 0.2
micromolar,berikan leucovorin 100 mg/m² setiap 6 jam sampai kadar metotreksat
sebesar < 0.1 micromolar.
o
Farmakologi :
Onset kerja : Antirematik: 3-6 minggu; tambahan
perbaikan bisa dilanjutkan lebih lama dari 12 minggu.
Absorpsi : Oral: cepat : diserap baik pada dosis
rendah (<30 mg/m2); tidak lengkap setelah dosis tinggi ; I.M.: Lengkap
Distribusi : Penetrasi lambat sampai cairan fase 3
(misal pleural efusi, ascites), eksis lambat dari kompartemen ini (lebih lambat
dari plasma), melewati plasenta, jumlah sedikit masuk kelenjar susu,
konsentrasi berangsur-angsur dikeluarkan di ginjal dan hati.
Ikatan protein: 50%
Metabolisme: <10%: Degradasi dengan flora
intestinal pada DAMPA dengan karboksipeptida, oksidasi aldehid konversi
metotreksat menjadi 7-OH metotreksat di hati; poliglutamat diproduksi secara
mempunyai kekuatan samadengan metotreksat, produksinya tergantung dosis, durasi
dan lambat dieliminasi oleh sel.
T ½ eliminasi: Dosis rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60
menit.
Ekskresi : Urin (44%-100%); feses (jumlah kecil)
Stabilitas penyimpanan :
Tablet dan vial disimpan pada suhu kamar (15-25°C),
hindari cahaya matahari langsung.
o
Kontra Indikasi :
Hipersensitifitas dari metotreksat dan komponan lain
dari sediaan; kerusakan hebat ginjal dan hati,pasien yang mengalami supresi
sum-sum tulang dengan psoriasis atau reumatoid artritits,penyakit alkoholik
hati,AIDS,darah diskariasis,kehamilan,menyusui.
o
Efek samping :
Efek samping beragam sesuai rute pemberian dan dosis.
1.
Hematologi dan/atau toksisitas
gastrointestinal : sering terjadi pada penggunaan umum dari dosis umum
metotreksat; reaksi ini lebih sedikit terjadi ketika digunakan pada dosis
topikal untuk reumatoid artritis.
2.
SSP : (dengan pemberian intratekal
atau terapi dosis tinggi): Arachnoides: Manifestasi reaksi akut sebagai sakit
kepala hebat, rigidity nuchal, muntah dan demam, dapat alleviated dengan
pengurangan dosis.
3.
Subakut toksisitas: 10% pasien
diobat dengan 12-15 mg/m2 dari intratekal metotreksat bisa membuat ini dalam
minggu kedua atau ketiga dari terapi; konsis dari paralisis motor dari
ekstremites,palsy nerve kranial, seizure, atau koma.Hal ini juga terlihat pada
pediatrik yang menerima dosis tinggi IV metotreksat.
4.
Demyelinating enselopati: telihat
dalam bulan atau tahun setelah menerima metotreksat; biasanya diasosiasikan
dengan iradiasi kranial atau kemoterapi sistemik yang lain.
5.
Dermatologi: Kulit menjadi kemerahan.Endokrin
dan metabolik: Hipoerurikemia,detektif oogenesis, atau spermatogenesis.
6.
GI: Ulserativ stomatitis, glossitis,
gingivitis, mual, muntah, diare, anoreksia, perforasi intestinal, mukositis
(tergantung dosis; terlihat pada 3-7 hari setelah terapi, terhenti setelah 2
minggu).
7.
Hematologi: Leukopenia,
trombositopenia.Ginjal: Gagal ginjal, azotemia,nefropati.Pernafasan:
Faringitis. 1%-10%.
8.
Kardiovaskular: Vaskulitis.SSP,
pusing, malaise, enselopati, seizure, demam, chills.
9.
Myelosupresif : Terutama faktor
batas-dosis (bersama dengan mukositis) dari metotreksat, terjadi sekitar 5-7
hari setelah terapi, dan harus dihentikan selama 2 minggu 10.
10. WBC :
Ringan, Platelet: Sedang, Onset: 7 hari, Nadir: 10 hari, Recovery: 21 hari.
11. Hepatik :
Sirosis dan fibrosis portal pernah diasosiasikan dengan terapi kronik
metotreksat, evaliasi akut dari enzym liver adalah biasa terjadi setelah dosis
tinggi dan biasanya resolved dalam 1 hari.Neuromuskular dan skeletal:
Arthalgia. Okular: Pandangan.
12. Renal :
Disfungsi ginjal. Manifestasi karena abrupt rise pada serum kreatinin dan BUN
dan penurunan output urin, biasa terjadi pada dosis tinggi dan berhubungan
dengan presipitasi dari obat.
13. Respirator
(Penumositis) : Berhubungan dengan demam, batuk, dan interstitial pulmonari
infitrates; pengobatan dengan metotreksat selama reaksi akut; interstitial
pneumisitis pernah dilaporkan terjadi dengan insiden dari 1% pasien dengan RA
(dosis 7.5-15 mg/minggu) <1% (terbatas sampai penting untuk penyelamatan
hidup): Neurologi akut sindrom (pada dosis tinggi- simptom termasuk
kebingungan, hemiparesis, kebutaan transisi,dan koma); anafilaksis alveolitis;
disfungsi kognitif (pernah dilaporkan pada dosis rendah),penurunan resistensi
infeksi,eritema multiforma, kegagalan hepatik, leukoenselopati (terutama
mengikuti irasiasi spinal atau pengulangan terapi dosis tinggi),disorder
limpoproliferatif, osteonekrosis dan nekrosis jaringan lunak (dengan
radioterapi), perikarditis, erosions plaque (Psoriasis), seizure (lebih sering
pada pasien dengan ALL),sindrom Stevens – Johnson, tromboembolisme.
o
Interaksi :
1. Dengan Obat
lain
Efek meningkatkan/toksisitas:
Pengobatan bersama dengan NSAID telah menghasilkan supresi sum-sum tulang
berat, anemia aplastik dan toksisitas pada saluran gastrointestinal. NSAID
tidak boleh digunakan selama menggunakan metotreksat dosis sedang atau tinggi
karena dapat meningkatkan level metotreksat dalam darah (dapat menaikkan
toksisitas):
NSAID digunakan selama pengobatan dari reumatoid
artritis tidak pernah amati, tapi kelanjutan dari regimen terdahulu pernah
diikuti pada beberapa keadaan, dengan peringatan monitoring. Salisilat bisa
meningkatkan level metotreksat, bagaimanapun penggunaan salisilat untuk
profilaksis dari kejadian kardiovaskular tidak mendapat perhatian.
2. Dengan
Makanan
Level metotreksat bisa menurun jika
bersama dengan makanan. Makanan dengan banyak susu dapat menurunkan absorpsi
metotreksat. Folat dapat menurunkan respons obat. Hindari echinacea (mempunyai
sifat sebagai imunostimulan).
o
Pengaruh :
§ Kehamilan
Faktor resiko X
§ Ibu menyusui
Metotreksat
didistribusikan ke dalam air susu, dikontraindikasikan untuk ibu menyusui.
o
Bentuk Sediaan : Tablet 2.5 ml, Vial
5 mg/2ml, Vial 50 mg/2 ml, Ampul 5 mg/ml, Vial 50mg/5ml.
1.
Siklofosfamid
Secara umum siklofosfamid mengurangi
respon imun humoral dan meningkatkan respon imun selular. Selain pada bedah
cangkok, obat ini juga digunakan pada artritis reumatoid, sindrom nefrotik dan
granulomatosis Wegener.
2.
Kortikosteroid
Yang digunakan sebagai imunosupresan
adalah golongan glukokortikoid yaitu prednison dan prednisolon. Kortikosteroid
(glukokortikoid) digunakan sebagai obatTunggal atau dalam kombinasi dengan
imunosupresanLain untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi danUntuk
mengatasi penyakit aoutoimun.
a.
Mekanisme Kerja
Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit
secaraCepat, terutama bila diberikan dalam dosis besar.Studi terbaru
menunjukkan bahwa kortikosteroid menghambatProliferasi sel limfosit T,imunitas
seluler.
b.
Penggunaan Klinik
Kortikosteroid biasanya digunakan bersama
imunosupresanLain dalam mencegah penolakan transplantasi.Untuk ini diperlukan
dosis besar untuk beberapa hari.Kortikosteroid juga digunakan untuk mengurangi
reaksi Alergi yang bisa timbul pada pemberian antibodi monoklonal Atau antibodi
antilimfosit.juga digunakan untuk berbagai Penyakit autoimun
c.
Toksisitas
Penggunaan steroid dalam jangka panjang
seringMenimbulkan berbagai efek samping,seperti meningkatnyaRisiko infeksi.
3.
Siklosporin
(Cyclosporin A)
Berasal dari jamur Tolypocladium
inflatum gams. Siklosporin punya efek imunosupresan karena mempunyai kemampuan
yang selektif dalam menghambat sel T. Siklosporin digunakan terutama dalam
kombinasi denga prednison untuk mempertahankan ginjal, hati dan cangkok jantung
pada transplantasi.
Siklospurin (sandimun).Sediaan iv terdapat dalam
bentuk larutan dalamEthanol-polyxyethylated castor oil dengan kadar 50
mg/ml.Dan sediaan oral berupa kapsul lunak 25-100 mg dan larutan100 mg/mlPemberian
peroral kadar puncak tercapai setelah 1,3-4 jam. Adanya makanan berlemak sangat
mengurangi absorbsiSiklospurin kapsul lunak.Waktu paruh kurang lebih 6
jam.Ekskresi terutama melalui empedu dan feces,hanya 6%Yang melalui urin
4.
Rho (D) imunoglobulin
Antibodi ini merupakan bentuk
spesifik dalam pengobatan imunologi untuk ibu dengan Rho (D) negatif yang
terpapar darah Rho (D) positif pada perdarahan karena abortus, amniosintesis,
trauma abdomen atau kelahiran biasa dari janin.
5.
Tacrolimus
(prograf)
Senyawa makrolida ini diekstraksi
dari jamur streptomyces tsukubaensis (1993). Khasiat dan mekanisme
immunosupressivenya sama dengan sikolosporin, tetapi ca lebih kuat 50x dalam
hal pencegahan sintesa IL-2 yang mutlak perlu untuk proliferasi sel –T. Juga bersifat
sangat lipofil dan sama efektifnya dengan siklosporin pada transplantasi hati,
jantung, paru-paru, dan ginjal. Terutama digunakan bersama kortikosteroida.
Lebih sering menimbulkan efek samping berupa toksisitas bagi ginjal dan saraf.
Dosis : infuse i.v. 0,05-0,1 mg /kg/hari, 6 jam
setelah transplantasi selama 2-3 hari, lalu dilanjutkan oral 0,15-0,3
mg/kg/hari dalam 2 dosis.
6.
Mycofenolat-mofetil
(CellCept)
Obat terbaru ini (1996) adalah
prodrug dengan khasiat menekan perbenyakan dari khusus limfosit melalui
inhibisi enzim dehidrogenasi yang diperlukan untuk sintese purin (DNA/RNA).
Ternyata sangat efektif untuk melawan penolakan akut setelah transplantasi
ginjal. Dibandingkan dengan obat-obat lainya , yaitu azatioprin dan siklosporin
( dan prednisone), persentase penolakan dikurangi sampai 50%. Lagi pula efek
sampingnya lebih sedikit. Mungkin berdaya pula untuk menghambat penolakan
menahun (jangka panjang) yang smpai kini merupakan maslah besar.
Resorpsinya dari usus baik, dengan BA 90%. Dalam hati
segera diubah menjadi asam mycofenolat aktif . Ekskresinya berlangsung
melaluiurin sebagai glukuronidanya (inaktif), sesudah mengalami resirkulasi
enterohepatis. Plasma – t1/2 mycofenolat adalah ca 16 jam.
Dosis : dalam waktu 72 jam setelah transplantasi 2 dd
1ga.c dengan minyak air.
7.
Talidomida
(synovir)
Derivat-piperidin ini (1957) adalah
obat tidur dengan efek teratogen sangat kuat (peristiwa softenon, 1962, lihat
edisi empat), yang berdasarkan khasiat anti-angiogenesisnya. Juga berdaya
imunosupresif (anti-TNF). Dan antiradang. Setelah dilarang peredaranya selama
lebih dari 25 tahun, sejak awal tahun 1990-an talidomida mulai digunakan lagi
antara lain untuk menekan reaksi lepra dan meringankan gejala AIDS seperti
(aphtae) dimulut , kerongkongan, dan kemaluan, serta diare dan kehilangan bobot
serius. Di AS penggunaanya pada lepra disahkan kembali sejak akhir tahun 1997
dengan syarat- syarat ketat. Dewasa ini efektivitasnya sedang diselidiki secara
klinis untuk berbagai penyakit auto-imun.
8.
Sulfalazin
(sulcolon)
Sulfalazin adalah persenyawaan
sulfapiridin dengan 5- ASA yang bersifat antiradang dengan jalan blokade
siklo-oksigenase serta lipoksigenase dan dengan demikian mencegah sintesis
prostaglandin dan leukotrien . Sulfalazin mempengaruhi fungsi limfosit, mungkin
lewat cytokine, juga berdaya antioksidans ( ‘ Menangkap’ radikal bebas O2). Zat
ini digunakan khusus pada penyakit usus beradang kronis (crohn, colitis) dan
pada rema.
2.4 Contoh Penyakit
Salah satu penyakit yang dapat
diobati dengan imunosupresan adalah Penyakit Lupus.
a. Pengertian
Penyakit lupus adalah penyakit
sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, artinya tubuh pasien lupus
membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti
ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi
seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam
tubuh.
Lupus adalah penyakit yang
disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat.
sistem imun yang terbentuk berlebihan. Kelainan ini dikenal dengan
autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini bisa membuat kulit seperti ruam
merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). pada kasus lain ketika sistem imun
yang berlebihan itu menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan (lupus
SLE).
SLE (Sistemics lupus erythematosus)
adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan
penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi
disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun dalam tubuh.Pada penderita
lupus, sistem imunitasnya tidak mampu membedakan antara substansi asing dan
sel-sel dan jaringan tubuh. Antibodi yang dihasilkan justru melawan sel-sel
yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh.
b. Etiologi
Sehingga kini faktor yang
merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum
diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet,
dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.Penyakit Sistemik Lupus
Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini
menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar,
walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan
hormon wanita saat ini masih dalam kajian.
Penyakit Sistemik Lupus
Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun,
mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap
penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).
c. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang
dikenal yaitu:
1) Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus
Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2) Systemics
Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti
kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf.
Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3) Drug-Induced,
penyakit Lupus yang timbul setelah
penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah
pemakaian obat dihentikan.Pengaruh kehamilan terhadap SLE, Eksaserbasi terjadi
karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan.
d. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya
regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan.
Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor
genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti
kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau
obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi
autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal
sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.
e. Manifestasi
Klinis
1.
Sistem Muskuloskeletal
Artralgia,
artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2.
Sistem integument
Lesi akut
pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal
hidung serta pipi.Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3.
Sistem kardiak
Perikarditis
merupakan manifestasi kardiak.
4.
Sistem pernafasan
Pleuritis
atau efusi pleura.
5.
Sistem vaskuler
Inflamasi
pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6.
Sistem perkemihan
Glomerulus
renal yang biasanya terkena.
7.
Sistem saraf
Spektrum
gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit
neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
f. Pemeriksaan
lupus :
Untuk menguji apakah seseorang
menderita lupus, maka dilakukan sebuah pengujian dengan menggunakan tes darah
bernama Anti Nuclear Antibody (ANA). Tes ini akan mengidentifikasi autoantibodi
(antibodi perusak) yang memakan sel-sel berguna di dalam tubuh. Hasil positip
tes ini belum bisa dikatakan seseorang menderita lupus. Dibutuhkan data-data
lain seperti gejala-gejala, catatan fisik pasien, dan tes lengkap laboratorium
hingga dipastikan si pasien apakah menderita lupus.
g. Gejala-gejala
awal lupus :
§
Rasa ngilu yang luar biasa di bagian
persendian
§
Penderita mengalami kelelahan yang
ekstrim.
§
Muncul semacam bekas luka di sekujur
tubuh.
§
Pipi dan hidung penderita tampak
menyerupai kupu-kupu (butterfly effects).
§
Mengalami anemia yang amat parah.
§
Saat bernapas, penderita mengalami
tekanan yang berati.
§
Timbul permasalahan di sekitar
hidung dan mulut.
§
Sensitif terhadap cahaya, sinar
matahari maupun kilatan foto.
h. Perawatan
bagi penderita lupus :
Salah satu perawatan yang dilakukan
untuk penderita lupus adalah pengobatan medis. Ada beberapa jenis obat yang bisa
mengurangi gejala lupus, akan tetapi, penggunaannya akan menimbulkan efek
samping. Gejala dan efek samping yang dialami oleh masing-masing pasien sangan
variatif dan tak bisa diprediksi. Jadi dibutuhkan pendampingan oleh petugas
kesehatan dalam kasus ini.
i.
Obat-obatan yang diberikan bagi
penderita lupus:
§
Steroid
§
Immunosuppressant
§
Antimalarial
(Plaquenil/Hydroxychloroquine)
§
Non-Steroidal anti-inflammatories
j.
Lupus bisa dicegah dengan:
§ Mengurangi
kontak dengan sinar matahari
§ Menerapkan hidup sehat dan menghindarkan diri
dari stres
§ Tidak
merokok
§ Berolahraga
secara teratur
§ Melakukan diet nutrisi
k.
Fakta-fakta tentang penyakit lupus
*
Lupus adalah penyakit autoimunitas,
penyakit rheumatic.
*
Pada penderita lupus, sistem
imunitas tubuh menyerang sel dan jaringan miliknya sendiri.
*
Ada lima jenis penyakit lupus dan
masing-masing memiliki karakteristik yang khas dan membutuhkan penanganan yang
berbeda pula.
*
Sembilan puluh persen penderita
lupus adalah perempuan.
*
Di Amerika Serikat terdapat 11
kampus yang mengkhususkan penanganan terhadap penyakit lupus.
*
Sampai dengan sekarang, sangatlah
sulit untuk mendiagnosis penyakit lupus.
*
Penanganan lupus sangat tergantung
dari gejala yang timbul.
*
Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia
menderita lupus.
*
Ras tertentu memiliki risiko terkena
lupus lebih besar dibandingkan ras lain; Afro-Amerika, Hispanik, Asia, dan
Penduduk asli Amerika.
*
Mayoritas penderita lupus, setelah
diobati, akan tumbuh secara normal.
*
Penanganan lupus dilakukan oleh
rheumatologist.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Imunosupresan adalah kelompok obat
yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan
transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan
neonatus. Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu,
transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada
neonatus.
Prinsip umum penggunaan
imunosupresan untukmencapai hasil terapi yang optimal adalah sebagai berikut:
1.
Respon imun
primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon imun
sekunder.
2.
Obat
imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang berbeda.
3.
Penghambatan
respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan
terhadap antigen.
Beberapa contoh obat imunosupresan antara lain Azatioprin , Metotreksat (MTX) ,
Siklofosfamid, Kortikosteroid , Siklosporin (Cyclosporin A) , Rho (D)
imunoglobulin, Tacrolimus (prograf) , Mycofenolat-mofetil (CellCept) , Talidomida
(synovir), Sulfalazin (sulcolon) .
GET UPDATES
Jangan sampai ketinggalan update terbaru. Subscribe dan dapatkan update langsung via email
Tentang Penulis
Ngurah Jaya Antara
BACA JUGA