A.
DEFINISI
Penyakit
jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi terhadap infeksi
streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001).
Penyakit
jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih
gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Koreaminor, Nodul
subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M. Tierney, 2002).
Penyakit
jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup
jantung akibat serangan karditis rematik akut yang berulang kali
(Arif Mansjoer, 2002).
Penyakit
jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai
jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh
darah oleh organisme streptococcus hemolitic-β grup A (Sunoto Pratanu,
2000).
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi
dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau
kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya
gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
B.
ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain
merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan.
Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh
Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan
dengan infeksi streptococcus di kulit maupun disaluran nafas, demam reumatik
agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri
serta pada keadaan lingkungan.
1.
Faktor-faktor
pada individu :
a.
Faktor
genetic
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA
terhadap demam rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B
spesifik dikenal dengan antibodimonoklonal dengan status reumatikus.
b. Jenis kelamin
Demam
reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan
anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada
perbedaan jeniskelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering
ditemukan pada satujenis kelamin.
c. Golongan etnik dan ras
Data di
Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik
lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai
faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan
atau bahkanmerupakan sebab yang sebenarnya.
d.
Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada
timbulnya demamreumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.
Tidak biasa ditemukan padaanak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum
anak berumur 3 tahun atausetelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai
dengan insidens infeksistreptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwapenderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun.
e. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan
gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakahmerupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
f. Reaksi autoimun
Dari
penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding
selstreptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub
mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik
fever.
2.
Faktor-faktor
lingkungan :
a.
Keadaan
sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting
sebagai predisposisiuntuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di
negara-negara yangsudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk
dalam keadaan sosialekonomi yang buruk, sanitasi lingkungan yang buruk,
rumah-rumah denganpenghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian
untuk segera mengobatianak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang
rendah sehingga biayauntuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal
ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
b.
Iklim
dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit
terbanyak didapatkandidaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwadaerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi
dari yang didugasemula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens
demam reumatik lebihtinggi daripada didataran rendah.
c. Cuaca
Perubahan
cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
C.
EPIDEMOLOGI
RHD terdapat
diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa setiap
tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit
pada daerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan
gizinya kurang memadai.Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai
menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit
lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan
kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara
Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian
utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun
.
D.
PATHOFISIOLOGI
Demam reumatik adalah suatu hasil
respon imunologi abnormal yang disebabkan oleh kelompok kuman A beta-hemolitic
treptococcus yang menyerang pada pharynx.
Streptococcus diketahui dapat
menghasilkan tidak kurang dari 20 prodak ekstrasel yang terpenting diantaranya
ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococca erythrogenic
toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik
yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa
produk tersebut.
Sensitivitas
sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang membentuk imun kompleks.
Reaksi silang imun komleks tersebut dengan sarcolema kardiak menimbulkan respon
peradangan myocardial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi pada katup
mitral, yang mana akan menjadi skar dan kerusakan permanen.
Demam rematik
terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau pengobatan yang tidak
tuntas karena infeksi saluran nafas atas oleh kelompok kuman A betahemolytic.
Mungkin ada
predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di ruang kelas atau
tempat tinggal yang dapat meningkatkan risiko. Penyebab utama morbiditas dan
mortalitas adalah fase akut dan kronik dengan karditis.
E.
GEJALA KLINIS
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup
mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak
napas dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada
ukuran dan lokasi lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan
virulensi organisme yang menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang
menderita infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi endocarditis
Penderita umumnya
megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri
sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan
tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil
dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri
perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :
- Pemeriksaan laboratorium
2. Dari
pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju
endap darah (LED),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.
- Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks
menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
- Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan
terdapat lesi
- Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
6. Hapusan
tenggorokan :ditemukan streptococcus hemolitikus β grup A
G.
PENATALAKSANAAN
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah
sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan
terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau
trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup
vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa
gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang
ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang
simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi
surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang
relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN RHEUMATIC HEART
DISEASE (RHD)
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan
melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji
meliputi :
1. Identitas
Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui
tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status
perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama
penanggungjawab.
2. Data
Fokus
a. Data Subjektif
Kelelahan,
kelemahan, Nyeri abdomen, nafsu makan menurun, gelisah, mual, muntah, batuk,
dyspnea, sakit pada dada, nyeri sendi, sesak nafas, sulit menelan, dan jantung berdebar-debar
b. Data Objektif
Takipnea( pernapasan cepat dan
dangkal ), bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), Takikardia, disritmia,
Friction rub, murmur, edema, penurunan TD, peningkatan suhu tubuh yang
tidak terpola, Peningkatan Anti
Streptolisin O ( ASTO), peningkatan laju endap darah ( LED)
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agens penyebab cedera
3. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
4. Kerusakan integritas kulit
behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
5. Penurunan
cardiac output berhubungan perubahan kontraktilitas
6. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya substansi O2 menuju paru -
paru
C.
INTERVENSI
1.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah
Tujuan :
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi dapat
teratasi
Kriteria Hasil :
- Pasien
mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
- Pasien tidak mual dan muntah
Intervensi :
a.
Kaji
faktor-faktor penyebab
Rasional:
Penentuan
faktor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
b.
Anjurkan
pasien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak
muntah teruskan
Rasional
:
Menghindari
mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
c.
Jelaskan
pentingnya nutrisi yang cukup
Rasional
:
Meningkatkan
pengetahuan pasien dan keluarga sehingga pasien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
d. Catat jumlah porsi yang dihabiskan
Rasional
:
Mengetahui
jumlah asupan / pemenuhan nutrisi pasien
2.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen-agens penyebab cedera
Tujuan :
a.
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri pada sendi
berkurang atau hilang
Kriteria hasil
:
a. Pasien akan
mempertahankan tingkat nyeri pada skala 3 atau kurang pada daerah sendi
b. Pasien
memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
c. Pasien akan
melaporkan pola tidur yang baik.
Intervensi :
a.
Catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit nonverbal
Rasional :
Membantu dalam menentukan kebutuhan manjemen nyeri dan keefektifan dan
keefektifan program
b.
Biarkan pasien mengambil posisi
yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Rasional :
Pada penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk
membatasi nyeri atau cedera sendi
c.
Berikan masase yang lembut
Rasional :
Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Tujuan
:
a.
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi
Kriteria hasil
:
a.
klien tidak mudah lelah
b. klien
dapat melakukan aktivitas sesuai batas toleransi
Intervensi :
a
Catat respon kardiopulmonal
terhadap aktifitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
Rasional :
Penurunan atau ketidakmampuan miokardium
untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan
peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
b.
Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas
Rasional :
Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
c.
Periksa tanda vital sebelum dan
segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasolidator,
diuretik, penyekat beta.
Rasional :
Hipertensi ortostatik dapat terjadidengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
4.
Kerusakan integritas kulit
behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan
integritas kulit dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a.
Mempertahanakan integritas kulit.
Intervensi
a.
Kaji tingkat kerusakan kulit
Rasional :
Memberikan pedoman untuk memberikan intervensi yang tepat
b.
Berikan perawatan kulit sering, minimalkan dengan kelembaban/ ekskresi
Rasional :
Terlalu kering
dan lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan
c.
Ubah posisi sering di tempat tidur / kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif
Rasional :
Memperbaiki
sirkulasi/ menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah
d.
Berikan bantalan yang lembut pada
badan
Rasional
:
Mencegah penekanan pada eritema sehingga tidak meluas
e.
Kolaborasi untuk
pemberian obat
Rasional :
Mempercepat
proses kesembuhan
5.
Penurunan
cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
Tujuan
:
Setelah diberikan
asuhan keperawatan diharapkan pompa jantung berkurang
Kriteria
Hasil :
a. Menunjukkan
TTV yang normal
b. Edema
ekstermitas bawah berkurang
Intervensi
:
a. Observasi
KU dan TTV
Rasional :
Mengetahui keaadaan pasien agar
dapat melakukan tindakan selanjutnya
b.
Anjurkan pasien untuk berlatih berdiri
dan berjalan
Rasional :
agar edema pada ekstremitas bawah
pasien berkurang
c. Kolaborasi
dalam pemberian obat
Rasional :
mempercepat proses penyembuhan
6.
Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya substansi O2 menuju paru –
paru
Tujuan
:
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola nafas pasien
dapat teratasi
Kriteria
Hasil :
a. Irama,
frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal
b. Bunyi
nafas terdengar jelas.
Intervensi
:
a.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan
mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi pasien.
b.
Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan
diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
c.
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional :
Peningkatan RR
dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d.
Bantu dan ajarkan pasien untuk nafas dalam yang efektif
Rasional
:
Memberikan
rasa nyaman saat pasien menarik nafas
b.
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan
obat-obatan
Rasional :
Pemberian
oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hiponia
D.
IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan
intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan
respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi
secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi
masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat,
1994,4).
E.
EVALUASI
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar
H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan
tercapainya suatu tujuan, pasien :
Dx
1 : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Dx
2 : Nyeri dapat berkurang / hilang
Dx
3 : tidak terjadi intoleransi aktivitas
Dx
4 : Kerusakan integritas kulit dapat teratasi
Dx
5 : pompa jantung berkurang
Dx
6 : gangguan pola nafas dapat teratasi