FARMAKOLOGI - OBAT TOPIKAL
Posted by Ngurah Jaya Antara
on
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat topikal adalah obat yang diberikan
melalui kulit dan membran mukosa pada prinsipnya menimbulkan efek lokal.
Pemberian topical dilakukan dengan mengoleskannya di suatu daerah kulit,
memasang balutan lembab, merendam bagian tubuh dengan larutan, atau menyediakan
air mandi yang dicampur obat.
Selain dikemas dalam bentuk untuk
diminum atau diinjeksikan, berbagai jenis obat dikemas dalam bentuk obat luar
seperti lotion, liniment, pasta dan bubuk yang biasanya dipakai untuk
pengobatan ganggaun dermatologis misalnya gatal-gatal , kulit kering, infeksi
dan lain-lain. Obat topical juga dikemas dalam bentuk obat tetes (instilasi)
yang dipakai untuk tetes mata, telinga, atau hidung serta dalam bentuk untuk
irigasi baik mata, telinga, hidung, vagina, maupun rectum. Dalam memberikan
pengobatan kita sebagai perawat harus mengingat dan memahami prinsip enam benar
agar kita dapat terhindar dari kesalahan dalam memberikan obat, namun ada baiknya
kita mengetahui peran masing-masing profesi yang terkait dengan upaya
pengobatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah definisi obat topical?
1.2.2 Apa
saja sediaan obat topical
serta indikasi dan kontra-indikasi obat topikal?
1.2.3 Bagaimanakah
farmakokinetik obat topical?
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui definisi obat topikal.
1.3.2
Untuk mengetahui sediaan
obat topical serta indikasi dan
kontra-indikasi obat topikal.
1.3.3
Untuk mengetahui
farmakokinetik obat topical?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Obat Topikal
Topikal adalah obat yang cara
pemberiannya bersifat lokal, misalnya tetes mata, salep mata, tetes telinga dan
lain-lain. Pemberian obat pada kulit merupakan cara memberikan obat pada kulit
dengan mengoleskan bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan
kulit, mengurangi iritasi kulit, atau mengatasi infeksi. Pemberian obat pada telinga
cara memberikan obat pada telinga dengan tetes telinga atau salep. Obat tetes
telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi telinga khususnya pada
telinga tengah (otitis media), dapat berupa obat antibiotik. Pemberian obat
pada mata cara memberikan obat pada mata dengan tetes mata atau salep mata. Obat
tetes mata digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan
cara mendilatasi pupil, untuk pengukuran refraksi lensa dengan cara melemahkan
otot lensa, kemudian juga dapat digunakan untuk menghilangkan iritasi mata.
2.2 Sedian Obat Topical
1. Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan
pelarutnya murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol,
eter, atau kloroform disebut tingtura. Cairan digunakan sebagai kompres dan
antiseptik. Bahan aktif yang dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen
dan antimikroba.
§ Indikasi
cairan
Penggunaan
kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada:
a)
Dermatitis
eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami eksaserbasi.
b)
Infeksi
kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka ditujukan untuk
vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti eritema pada erisipelas. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat pus
atau krusta sehingga ulkus menjadi bersih.
2. Bedak
Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum
venetum dan oxydum
zincicum dalam
komposisi yang sama. Bedak memberikan efek sangat superfi sial karena tidak
melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi. Oxydum
zincicum merupakan
suatu bubuk halus berwarna putih bersifat hidrofob. Talcum
venetum merupakan
suatu magnesium polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini dipakai
sebagai komponen bedak, bedak kocok dan pasta.
§ Indikasi bedak
a)
Bedak dipakai pada daerah yang
luas, pada daerah lipatan.
3.
Salep
Salep merupakan
sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan mukosa. Dasar
salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar salep
senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air
dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu
dasar salep tersebut.
1) Dasar
salep hidrokarbon. Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti
vaselin album (petrolatum), parafi n liquidum. Vaselin album adalah golongan lemak
mineral diperoleh dari minyak bumi. titik cair sekitar 10-50°C, mengikat 30%
air, tidak berbau, transparan, konsistensi lunak. Hanya sejumlah kecil komponen
air dapat dicampurkan ke dalamnya. Sifat dasar salep hidrokarbon sukar dicuci,
tidak mongering dan tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini ditujukan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup.
Dasar salep hidrokarbon terutama digunakan sebagai bahan emolien.
2) Dasar salep serap. Dasar salep serap dibagi
dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat (parafi n hidrofi lik dan lanolin anhidrat
[adeps lanae]) dan bentuk emulsi (lanolin dan cold cream) yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan tambahan. Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak bulu domba,
keras dan melekat sehingga sukar dioleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae
hydrosue atau lanolin ialah adeps lanae dengan akua 25-27%. Salep ini dapat
dicuci namun kemungkinan bahan sediaan yang tersisa masih ada walaupun telah
dicuci dengan air, sehingga tidak cocok untuk sediaan kosmetik. Dasar salep
serap juga bermanfaat sebagai emolien.
3) Dasar
salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam
air misalnya salep hidrofi lik. Dasar ini dinyatakan “dapat dicuci dengan air”
karena mudah dicuci dari kulit, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar
kosmetik. Dasar salep ini tampilannya menyerupai krim karena fase terluarnya adalah
air. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air
dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologi.
4) Dasar
salep larut dalam air. Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” terdiri
dari komponen cair. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti
halnya dasar salep yang dapat dicuci dengan air karena tidak mengandung bahan tak
larut dalam air seperti parafi n, lanolin anhidrat. Contoh dasar salep ini ialah
polietilen glikol. Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi salep
bergantung pada beberapa faktor, seperti kecepatan pelepasan bahan obat dari
dasar salep, absorpsi obat, kemampuan mempertahankan kelembaban kulit oleh
dasar salep, waktu obat stabil dalam dasar salep, pengaruh obat terhadap dasar salep.
Pada dasarnya tidak ada dasar salep yang ideal. Namun, dengan pertimbangan
faktor di atas diharapkan dapat diperoleh bentuk sediaan yang paling baik.
§ Indikasi salep
a. Salep
dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik), termasuk
likenifi kasi, hiperkeratosis.
b. Dermatosis
dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
§ Kontraindikasi salep
Salep tidak dipakai pada radang akut,
terutama dermatosis eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada daerah
berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.
4.
Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah
padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air
dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya
vanishing cream.
Contoh
krim W/O:
·
R/ Cerae alba 5
·
Cetacei 10
·
Olei olivarum 60
·
Aquae ad 100
Contoh krim O/W:
·
R/ Cerae lanett N
·
Olei sesami aa 15
·
Aquae ad 100
Dalam praktik, umumnya apotek tidak
bersedia membuat krim karena tidak tersedia emulgator dan pembuatannya lebih
sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis resep krim dan dibubuhi bahan
aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream. Krim ini bersifat
ambifi lik artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W. Krim dipakai pada kelainan
yang kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman,
dapat dipakai di daerah lipatan dan kulit berambut.
Contoh
emulsi O/W:
·
R/ Acid salicyl 5%
·
Liq carb deterg 5%
·
Biocream 20
·
Aqua 40
Contoh
emulsi W/O16:
·
R/ Acid salicyl 5%
·
Liq carb deterg 5%
·
Biocream 20
·
Ol. Oliv 20
§ Indikasi krim
Krim dipakai pada lesi kering dan
superfi sial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa.
5.
Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak
sehingga komponen pasta terdiri dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan
bahan bedak seperti talcum, oxydum zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku
yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada
bagian yang diolesi. Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai
daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep.
§ Indikasi pasta
Pasta digunakan untuk lesi akut dan
superfi sial.
6.
Bedak
kocok
Bedak kocok
adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan komponen bedak dengan
bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini ditujukan agar zat aktif dapat
diaplikasikan secara luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari
pada bentuk sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit.
§ Indikasi bedak kocok
Bedak kocok dipakai pada lesi yang
kering, luas dan superfi sial seperti miliaria.
Beberapa
contoh komposisi bedak kocok11:
·
R/ Oxidi zincici
·
Talci aa 20
·
Glycerini 15
·
Aguae ad 100
·
R/ Oxidi zincici
·
Talci aa 20
·
Gliserini 15
·
Aquae
·
Spirit dil. Aa ad 100
Keuntungan penambahan spritus dilitus
ialah memberikan efek pendingin karena akan menguap, dapat melarutkan bahan
aktif yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol, misalnya
mentholium dan camphora. Kedua zat tersebut bersifat antipruritik. Jika hendak
menambahkan bahan padat berupa bubuk hendaknya diperhitungkan sehingga berat
bahan padat tetap 40%. Misalnya, jika ditambahkan sulfur precipitatum 20 gram,
maka berat oxydum zincicum dan talcum harus dikurangi.
·
R/ Sulfuris precipitatum 20
·
Oxidi zincici
·
Talci aa 10
·
Glycerini 15
·
Aquae
·
Spiritus dil aa ad 100
7.
Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat
yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel
dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal dan fase ganda.9 Gel fase tunggal
terdiri dari makromolekul organic yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian hingga
tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan cairan.
Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer)
atau dari gom alam (seperti tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat
jernih dan halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel
yang terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu
suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan alumunium oksida
hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk
menetralkan asam klorida dalam lambung. Gel segera mencair jika berkontak
dengan kulit dan membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik
daripada krim. Gel juga baik dipakai pada lesi di kulit yang berambut.
Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan:
b) Mampu
berpenetrasi lebih jauh dari krim.
c) Sangat
baik dipakai untuk area berambut.
d) Disukai secara kosmetika.
8.
Jelly
Jelly merupakan
dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari getah alami seperti tragakan, pektin,
alginate, borak gliserin.
9.
Losion
Losion merupakan
sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat larut terdispersi dalam
cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen yang tidak tergabung ini menyebabkan
dalam pemakaian losion dikocok terlebih dahulu. Pemakaian losion meninggalkan rasa
dingin oleh karena evaporasi komponen air. Beberapa keistimewaan losion, yaitu
mudah diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada anak. Contoh losion yang
tersedia seperti losion calamin, losion steroid, losion faberi.
10. Foam aerosol
Aerosol merupakan sediaan yang dikemas
di bawah tekanan, mengandung zat aktif yang dilepas pada saat sistem katup yang
sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian lokal pada kulit, hidung,
mulut, paru. Komponen dasar aerosol adalah wadah, propelen, konsentrat zat
aktif, katup dan penyemprot. Foam aerosol merupakan emulsi yang mengandung satu
atau lebih zat aktif menggunakan propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari
wadah. Foam aerosol merupakan sediaan baru obat topikal. Foam dapat berisi zat
aktif dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta pelarut. Sediaan foam yang
pernah dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan betametasone foam.
Keistimewaan
foam:
1. Foam
saat diaplikasikan cepat mengalami evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat
berpenetrasi.
2. Sediaan
foam memberikan efek iritasi yang minimal.
2.3 Farmakokinetik
Obat Topikal
Farmakokinetik
sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan aktif dalam konsentrasi
tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke lapisan kulit,
selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini penting dipahami
untuk membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan dalam terapi.
Perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan pada
kulit tergambar pada Gambar 2.
Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan
melewati tiga kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan
sehat. Stratum korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat
sejumlah unsur pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum
berpenetrasi tetapi tidak dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh
pakaian.
Unsur vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi,
selanjutnya zat aktif berikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada
epidermis, dermis. Pada kondisi tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif
menembus hipodermis. Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap
oleh vaskular kulit pada dermis dan hipodermis.
Jalur
penetrasi sediaan topical. Penetrasi sediaan topikal melewati beberapa macam
jalur seperti pada Gambar 3.19
Saat sediaan topikal
diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi:
1. Solute
vehicle interaction: interaksi bahan aktif terlarut dalam vehikulum.
Idealnya zat aktif terlarut dalam
vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada dalam
sediaan.
2. Vehicle
skin interaction: merupakan interaksi vehikulum dengan kulit. Saat awal
aplikasi fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.
3. Solute
Skin interaction: interaksi bahan aktif terlarut dengan kulit (lag phase,
rising phase, falling phase).
a.
Penetrasi
secara transepidermal
Penetrasi
transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler. Penetrasi
interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum korneum
melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit.
Difusi dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum. Setelah
berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis sehat di
bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler.
Penetrasi secara
intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding stratum korneum sel
korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum korneum,
kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai pada
kapiler di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.
b.
Penetrasi
secara transfolikular
Analisis penetrasi
secara folikular muncul setelah percobaan in vivo. Percobaan tersebut memperlihatkan
bahwa molekul kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak hanya melewati sel-sel
korneum, tetapi juga melalui rute folikular. Obat berdifusi melalui celah
folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk kemudian berdifusi ke kapiler.

Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit,
absorpsinya akan melalui beberapa fase:
a. Lag
phase
Periode
ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum,
sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
b. Rising
phase
Fase
ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum, kemudian memasuki kapiler
dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah.
c. Falling
phase
Fase
ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat
dibawa ke kapiler dermis.

1. Bahan
aktif yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus menyatu pada permukaan kulit
dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi
bahan aktif merupakan factor penting, jumlah obat yang diabsorpsi secara
perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah sebanding dengan
bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3. Penggunaan
bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah jumlah obat yang
diabsorpsi.
4. Absorpsi
bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke permukaan kulit.
5. Ada
tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan diaplikasikan.
6. Pada
umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif yang diabsorpsi.
7. Absorpsi
perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit yang lapisan tanduknya
tipis.
8. Pada
umumnya, makin lama sediaan menempel pada kulit, makin banyak kemungkinan diabsorpsi.
Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih
baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas
permukaan folikel dan kelenjar keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah
kulit yang tidak mengandung elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai
jaringan keratin akan berlaku sebagai membrane semi permeabel, dan molekul obat
berpenetrasi dengan cara difusi pasif.

Secara umum, sediaan topikal bekerja
melalui 3 jalur di atas (Gambar 3). Beberapa perbedaan mekanisme kerja
disebabkan komponen sediaan yang larut dalam lemak dan larut dalam air.
1. Cairan
Pada saat diaplikasikan
di permukaan kulit, efek dominan cairan akan berperan melunakkan karena difusi
cairan tersebut ke masa asing yang terdapat di atas permukaan kulit; sebagian
kecil akan mengalami evaporasi. Dibandingkan dengan solusio, penetrasi tingtura
jauh lebih kuat. Namun sediaan tingtura telah jarang dipakai karena efeknya
mengiritasi kulit. Bentuk sediaan yang pernah ada antara lain tingtura iodi dan
tingtura spiritosa.
2.
Bedak
Oxydum zincicum sebagai
komponen bedak bekerja menyerap air, sehingga memberi efek mendinginkan.
Komponen talcum mempunyai daya lekat dan daya slip yang cukup besar. Bedak
tidak dapat berpenetrasi ke lapisan kulit karena komposisinya yang terdiri dari
partikel padat, sehingga digunakan sebagai penutup permukaan kulit, mencegah
dan mengurangi pergeseran pada daerah intertriginosa.
3.
Salep
Salep dengan bahan
dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama di atas permukaan kulit dan
kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan dasar hidrokarbon
digunakan sebagai penutup. Salep berbahan dasar salep serap (salep absorpsi) kerjanya
terutama untuk mempercepat penetrasi karen Dasar salep yang dapat dicuci dengan
air dan dasar salep larut dalam air mampu berpenetrasi jauh ke hipodermis
sehingga banyak dipakai pada kondisi yang memerlukan penetrasi yang dalam.
4.
Krim
Penetrasi
krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena komponen minyak
menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan kulit dan mampu
menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang disukai secara
kosmetik karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit.
Krim O/W memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya
emolien W/O lebih besar dari O/W.
5.
Pasta
Sediaan
berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih dominan
sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu tubuh. Pasta
berlemak saat diaplikasikan di atas lesi mampu menyerap lesi yang basah seperti
serum.
6.
Bedak kocok
Mekanisme
kerja bedak kocok ini lebih utama pada permukaan kulit. Penambahan komponen
cairan dan gliserin bertujuan agar komponen bedak melekat lama di atas permukaan
kulit dan efek zat aktif dapat maksimal.
7.
Pasta pendingin
Sedikit
berbeda dengan pasta, penambahan komponen cairan membuat sediaan ini lebiha
komponen airnya yang besar.
mudah berpenetrasi ke dalam lapisan kulit, namun bentuknya yang lengket
menjadikan sediaan ini tidak nyaman digunakan dan telah jarang dipakai.
8.
Gel
Penetrasi
gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak digunakan padakondisi
yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel analgetik. Rute difusi jalur
transfolikuler gel juga baik, disebabkan kemampuan gel membentuk lapisan
absorpsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1.
Sediaan
topikal terdiri atas zat pembawa dan zat aktif.
2.
Idealnya
suatu zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak meng-iritasi dan
menyenangkan secara kosmetik, selain itu zat aktif dalam pembawa mudah
dilepaskan.
3.
Terdapat
berbagai bentuk sediaan topikal seperti: cairan, bedak, salep, krim, bedak
kocok, pasta, pasta pendingin.
4.
Beberapa
sediaan baru obat topikal: foam aerosol, cat, gel.
5.
Secara
umum sediaan topikal melewati tiga jalur penetrasi yaitu interseluler,
transeluler, transfolikuler.
6.
Mekanisme
kerja sediaan topikal berupa difusi pasif menembus lapisan kulit.
7.
Cara
pakai sediaan topikal pada umumnya dioleskan pada permukaan kulit, dan dengan penambahan
cara lain seperti ditekan, digosok, kompres, dan oklusi.
GET UPDATES
Jangan sampai ketinggalan update terbaru. Subscribe dan dapatkan update langsung via email
BACA JUGA
Mohon maaf ini referensinya dari mana ya? kebetulan saya ingin mencari meteri ini.. terimakash....
BalasHapusTerimakasih sudah berkunjung
HapusRefrensinya bisa dilihat disini :
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://lolooramadhan.blogspot.com/2012/09/pemberian-obat-topikal.html.diaksses 14 Maret 2013 (15.25)
Anonim.http://arinkuu.blogspot.com/2012/06/pemberian-obat-secara-topikal.html diaksses 14 Maret 2013 (16.10)
Anonim. http://eraz-secret.blogspot.com/2012/03/pemberian-obat-topikal.html. diaksses 14 Maret 2013 (16.15)
kak maaf untuk yang farmakokinetik dan farmakodinamik obat topikal nya itu referensinya darimana ya?
HapusUntuk obat kutil di kelamin apa ya ? Merk nya apa dan di jual di apotek atau tidak ? Makasi
BalasHapusContoh sediaannya apanya? Khususx pasta
BalasHapus