BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya
pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap
orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat
dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor
lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial
budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya
dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat,
biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit
ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan
proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi
dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Undang-undang
No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai
satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Definisi sakit:
seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau
gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari)
seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan
kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit. Memasuki millenium baru Departemen
Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang
dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola piker atau
model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan
yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya
lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindangan kesehatan.
Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif
bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti
pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 2004). Berdasarkan
paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar yang
perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan
pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk
konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan.
mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit
serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam mewuj
udkan visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu
menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Mendorong pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, serta memelihara dan
meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyaralat beserta lingkungannya
(Dinkes, 2005). Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling
mempengaruhi satu sama lain, sehingga keluarga cenderung menjadi seorang
reaktor terhadap masalah-masalah kesehatan dan menjadi aktor dalam menentukan
masalah kesehatan anggota keluarga. Dalam keluarga, ibu merupakan anggota
masyarakat yang salah satu perannya adalah mengurus rumah tangganya sehingga
terciptanya lingkungan sehat dalam rumah tangga. Dengan mewujudkan perilaku
yang sehat, maka dapat menurunkan angka kesakitan suatu penyakit dan angka
kematian akibat kurangnya kesadaran dalam pelaksaan hidup bersih dan sehat
serta dapat meningkatkan kesadaran dan kemauan bagi setiap orang agar
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
pandangan sehat sakit menurut dunia Barat ?
2. Bagaimana
pandangan sehat sakit menurut budaya Cina ?
3. Apa
saja implementasi social dalam asuhan keperawatan ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Mengetahui
pandangan sehat sakit menurut dunia Barat
2. Mengetahui
pandangan sehat sakit menurut budaya Cina
3. Mengetahui
implementasi social dalam asuhan keperawatan.
D.
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat yang
diperoleh setelah pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Dapat
mengetahui pandangan sehat sakit menurut dunia Barat
2. Dapat
mengetahui pandangan sehat sakit menurut budaya Cina
3. Dapat
mengetahui implementasi social dalam asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pandangan
Sehat Sakit Menurut Dunia Barat
Tantangan
pembangunan pada hakikatnya adalah mencapai ‘kesehatan bagi semua’, yakni
terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat, hingga dapat meraih hidup yang
produktif dan berbahagia.
Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan
kegiatan dan strategi dalam setiap aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan,
tetapi diperlukan strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap
potensi yang ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan maupun masyarakat
sendiri, guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan,
dan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Mengingat
kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep kesehatan sekarang ini,
tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan, tetapi lebih
berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan
kemasyarakatan, yaitu seperti ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, perilaku,
dan lain-lain. Kegunaan ilmu-ilmu tersebut dalam kesehatan dan kemasyarakatan adalah
sebagai penunjang peningkatan status kesehatan masyarakat.
Di
negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat menunjang
tingginya status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang optimal, keadaan
sosial-ekonomi yang tinggi, dan kesehatan lingkungan yang baik. Dengan
demikian, pelayanan kesehatan menjadi sangat khusus sehingga dapat memenuhi
kebutuhan klien.
Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia,
unsur-unsur kebudayaan yang ada kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang
optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain; ketidaktahuan, pendidikan yang minim
sehingga sulit menerima informasi-informasi dan tekhnologi baru. Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek
sosial budaya masyarakat dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia.
Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan bukan saja dari
sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan
penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir tentang bagaimana hubungan sosial
budaya, geografi, demografi, dan persepsi masyarakat dengan masalah yang sedang
dihadapi. Melihat luasnya masalah kesehatan
yang dihadapi, maka sebagai petugas kesehatan harus mempelajari ilmu-ilmu lain
yang terkait dengan kesehatan. Sehingga pelayanan yang diberikan memberikan
hasil yang optimal.
Pengertian
Sehat menurut Dunia Barat sebagai
suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang.
Dan pengertian Sakit menurut Dunia Barat adalah sebagai suatu keadaan
badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga
menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti
halnya orang yang sehat.
B.
Pandangan Sehat Sakit Menurut Budaya Cina
Tradisional keyakinan kesehatan Cina mengadopsi pandangan
holistik menekankan pentingnya faktor lingkungan dalam meningkatkan risiko
penyakit. Menurut Quah faktor-faktor ini mempengaruhi keseimbangan harmoni
tubuh yin dan yang. Ini adalah dua kekuatan yang berlawanan namun saling
melengkapi dan bersama dengan qi energi vital mereka mengendalikan alam semesta
dan menjelaskan hubungan antara orang dan sekelilingnya. Ketidakseimbangan
dalam dua kekuatan atau qi hasil pada penyakit.
Dalam rangka untuk mengembalikan keseimbangan perbaikan
praktek-praktek tradisional yang mungkin diperlukan. Misalnya kelebihan panas
energi dapat diimbangi dengan pendinginan teh herbal dan sebaliknya. Keyakinan
ini tertanam di antara Cina dan telah ditemukan untuk menjadi berubah migrasi
berikut ke Singapura.
Sejarah
mengenai sehatisme di dalam pandangan kedokteran tradisional Cina, konsep dan
makna dari sehat atau kesehatan selaras dan seiring dengan sejarah panjang dari
kebudayaan bangsa Cina sendiri. Walaupun sekarang era modern dengan basis
teknologi kedokteran super canggih, namun kedokteran Cina tidak lantas mati
termakan jaman. Malahan beberapa kasus menunjukkan keunggulan kompetitif
dibandingkan kedokteran modern. Terbukti banyak orang menerima sistem
pengobatan ini dan mengakui efikasi dan efektifitas dari treatment ini. Menurut
falsafah kebudayaan Cina, bahwa
orang dikatakan sehat kalau tercapainya keseimbangan Yin Yang didalam tubuhnya.
Dalam buku Fengshui Medicine disebutkan bahwa ada 12 meridian utama di mana terdiri
dari organ zang dan fu, organ padat dan organ berongga. Ada organ Yin dan ada
organ Yang. Orang akan sakit kalau terjadi tidak seimbangnya organ Yin dan
organ Yang, mungkin terlalu Yin atau mungkin terlalu Yang. Jika terlalu Yin
dikatakan sindrom penyakit Organ Yin, dimana dilakukan terapi atau intervensi
tonifikasi (penguatan) sehingga Yin akan seimbang lagi. Begitu sebaliknya jika
tubuh mengalami sindrom Organ Yang, maka intervensi yang dilakukan dengan
sedasi atau pelemahan supaya Yang seimbang lagi dengan Yin nya. Intervensi ini
dilakukan di lintasan organ yang terganggu. Kondisi kestabilan ini juga
disebutkan dalam kedokteran modern sebagai kondisi homeostasius (equilibrium).
Dimana kondisi keseimbangan (equilibrium) seseorang dianggap sehat apabila
unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang
seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep yin dan yang. Bentuk
intervensi ini bermacam-macam ada yang dengan obat, akupunktur, maupun
intervensi lain misal diet, spiritual dan lain-lain. Dalam panduan chinese
materia medica, berbagai macam obat dilansir bekerjasesuai dengan prinsip kerja
meridian dan sindromnya. Misalnya
ada
obat yang bekerja dari arah dalam keluar tubuh, dari bawah keatas dan
sebagainya. Untuk mendefinisikan orang ini sehat atau sakit biasanya
digunakan palpasi nadi untuk melihat organ mana yang lemah, cin kuan che nadi
kanan dan kiri. Setelah dikombiasikan dengan pengamatan lidah (lagi-lagi
berdasarkan perhitungan sindrom yin yang) maka baru bisa disimpulkan bahwa
pasien akan dinyatakan sindrom Organ Yin atau Yang tertentu.
C.
Implementasi
Sosial Dalam Asuhan Keperawatan
Implementasi
social budaya dalam pelayanan kesehatan khususnya keperawatan adalah untuk
menerapkan pendekatan antropologi yang berorintasi pada keanekaragaman budaya
baik antar budaya maupaun lintas budaya terhadap asuhan keperawatan yang tidak
membedakan perbedaan budaya dan melaksanakan sesuai dengan hati nurari dan
sesuai dengan standar penerapan tanpa membedakan suku, ras, budaya, dan
lain-lain. Keperawatan
sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat
dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan
teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory,
grand theory, midle range theory dan practice theory.Salah satu teori yang
diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing Theory.
Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep. keperawatan yang
didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang
melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien
pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan
nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan danbeberapa mengalami disorientasi. Salah
satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri.
Pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan
seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis.
Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan
meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka
ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan
memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan
budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan.
Asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada
klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan
individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan
budaya, mengakomodasi / negoasiasi budaya
dan mengubah/mengganti budaya klien.
Cara I : Mempertahankanbudaya
Mempertahankan
budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan
implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki
klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi
dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap
budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang
hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti
dengan sumber protein hewani yang lain.
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi
budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat
berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
Model
konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks
budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Model ini menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah
klien. Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk
mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian
dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu:
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi
kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji :
persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif
dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor
agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama
adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji
oleh perawat adalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap
penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan
keluarga (kinship and social factors)
Perawat
pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
(cultural value and life ways)
Nilai-nilai
budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors)
Kebijakan
dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya .
Pada tahap ini hal-hal yang
dikaji meliputi :
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota
keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran
untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang
dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga
g. Faktor pendidikan (educational
factors)
Latar
belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini
3. Intervensi dan
Implementasi
Perencanaan
dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien. Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila
budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah
budaya klien bila budaya yang dimiliki
klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care
preservation/maintenance
o
Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan
perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi
o
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat
berinterkasi dengan klien
o
Mendiskusikan
kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
b.
Cultural care accomodation/negotiation
o
Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
o
Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
o Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan
negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c.
Cultual care repartening/reconstruction
o
Beri kesempatan pada klien untuk memahami
informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
o
Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat
dirinya dari budaya
kelompok
o
Gunakan pihak ketiga bila perlu
o
Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam
bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
o
Berikan informasi pada klien tentang sistem
pelayanan kesehatan
Perawat
dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses akulturasi,
yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya
klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan
klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien
amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi
asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang
mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Pengertian Sehat menurut Dunia Barat sebagai suatu keadaan sempurna baik
jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Dan pengertian Sakit
menurut Dunia Barat adalah sebagai suatu keadaan badan yang kurang
menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang
tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.
2.
Menurut falsafah kebudayaan Cina,bahwa
orang dikatakan sehat kalau tercapainya keseimbangan Yin Yang didalam tubuhnya.
3.
Implementasi social budaya dalam
pelayanan kesehatan khususnya keperawatan adalah untuk menerapkan pendekatan
antropologi yang berorintasi pada keaneka ragaman budaya baik antar budaya
maupaun lintas budaya terhadap asuhan keperawatan yang tidak membedakan
perbedaan budaya dan melaksanakan sesuai dengan hati nurari dan sesuai dengan
standar penerapan tanpa membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lain.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan yaitu perawat kita sangat
penting mengetahui pandangan sehat sakit dari berbagai belahan dunia , salah
satunya pandangan menurut
budaya Cina. Hal ini penting karena kita tidak hanya
berkomunikasi dengan orang Indonesia saja ,tetapi dalam sektor kesehatan kita akan berkomunikasi
dengan orang di seluruh dunia ( Amerika, India , Jepang dan Cina ). Dalam
implementasi asuhan keperawatan penting bagi kita untuk mengetahui social
budaya masing – masing Negara.